Note ini aku posting karena tadi disalah satu grup ada yang
tanya ke aku " Kalo ada yg tanya dimana Allah anda jawab apa?" ..
silahkan dibaca sampe habisss yaaa.. ^_^
Risalah kecil ini
saya buat mengingat beberapa hari yang lalu ada anak salah seorang
kakak saya bertanya kepada kakaknya: "Kak Ridha, Allah itu dimana?" Lalu
si kakak yang masih berumur 6 tahun ini menjawab: Allah itu ghaib
sayaaang, gak bisa ditanya dimana tempat-Nya." Sungguh bijak jawaban
kakak ini, lebih bijak daripada orang-orang dewasa yang mengatakan Allah
di atas langit. Allah bisa dijumpai dengan pesawat jet yang canggih. Laa haulun wala quwwatun illa Billah.
Saya
kira bukan adik kakak ini saja yang sering menanyakan Allah kepada
ibunya, tetapi anak2 Sodara-sodara juga pasti melakukan hal yang serupa,
begitu pula dengan anak saya nanti. Kira-kira apa yah yang akan kita
jawab ketika anak kita bertanya; "Dimana Allah?"
Saya kira
ini sangat penting, mengingat pendidikan anak mesti kita lakukan sejak
dini, terlebih pendidikan tentang Allah. Subhanallah, alangkah
bahagianya kita jika tidak hanya ilmu membaca alquran saja yang kita
tanamkan kepada anak-anak sejak dini, tetapi ilmu tentang Allah jauh
lebih penting, agar kelak anak-anak kita bukan hanya menjadi seorang
hamba yang qur'ani tetapi juga mejadi seorang insan yang robbani.
وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ َ
"Tetapi jadilah hamba yang mengenal Tuhan…" (Al-Baqarah: 79)
Bahagianya
kita jika sedari kecil anak-anak kita tidak diajarkan pemahaman yang
rosak dan aqidah yang menyimpang tentang Allah. Kata Kak Ulfah: "Kalau
kita kenalkan Allah sampai Allah dicintai dan ditakuti anak2 akan aman,
tdk berani buat jahat sedang sendiri ataupun ramai...krn cinta dan
takutkan Allah kunci segala kebaikan..^^."
Jangan seperti
saya kecil dulu, saya kira Allah tempatnya di langit, Allah itu seperti
Superman, kalau hujan turun saya kira Allah lagi mandi, kalau ada guntur
saya kira Allah sedang geser kursi dan sebagainya. Jadi kalau mau buat
jahat, pasti Allah gak akan tahu karena Allah sama kaya' kita. Wal 'iyadzubillah min hadzal fahm. Makanya sekecil apapun kita hindarkan dari Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi segala bentuk dan penyerupaan(tasybih).
Jadilah seperti Ridha di atas, seorang gadis enam tahun yang bijak,
yang aku yakin bukan hasil didikan biasa yang juga dari orang biasa,
tapi ini adalah hasil tarbiyah dari dua orang tua yang luar biasa.
Untuk
memudahkan kita-kita yang awam, maka saya format artikel ini dalam
bentuk dialog. Simak dialog antara ibu dengan anak di bawah ini::
Anak: "Ma, Allah itu dimana ci?"
Ibu:
"Allah tidak bisa ditanya dengan "dimana" sayaaang, karena Allah tidak
bertempat. Bahkan Allah sudah ada sebelum tempat diadakan.
Anak: "Yang ngadakan tempat ciapa Ma?
Ibu: "Allah dong sayaaang."
Anak:
"Tapi tadi pagi, adek waktu maulid di cekolah dengal Pak Ustad celita
kalau dulu ada calah ceolang cahabat Nabi Muhammad yang punya budak Mah,
budaknya ini diculuh jaga kambing, eh tak taunya kambingnya dimakan
cama cligala. Padahal cahabat itu udah belcumpah akan menjadikan
kambing itu cebagai hadiah untuk Nabi. Telus cahabat itu malah2
(red:marah2) Ma, budaknya didamplat.(red: damprat)"
Ibu: "Terus?"
Anak: "Ci Cahabat itu kecal bangat Mah,. Telus dia mau menjadikan budaknya itu caja cebagai penebus buat kafalat (red:kafarat) cumpahnya yang gak jadi dilakcanakan gala2 kambingnya uda dimakan cligala."
Ibu: "Terus-terus?" *si ibu penasaran*
Anak: "Ci budak akhilnya mendatangi Nabi Muhammad dan ngelapol, kalau dia ingin menebus cumpah na."
Ibu: "Terus Nabi Muhammad bilang apa?"
Anak: "Nabi Muhammad nyuluh manggil budaknya itu. Pas uda datang, Nabi nanyain budak itu Ma."
Ibu: "Nabi nanya apa Dek?"
Anak: "Nabi nanya: "Dimana Allah?" Telus budak itu menjawab: "Di langit"."
Ibu: "Terus budak itu dibebasin?"
Anak: " Iya Mah, budak itu dibebacin cama Nabi gala2 bilang Allah di langit.
Ibu:
"Adek sayaaang, dalam agama kita, syarat budak dibebaskan untuk menebus
sumpah adalah budaknya harus budak yang mukmin, maksud mamah budak yang
beriman, gak boleh budak yang kafir. Jadi Nabi bukan ingin menanyakan
tempatnya Allah dimana, tapi ingin mengetest iman si budak tersebut,
apakah dia beriman atau tidak."
Anak: "Tapi kenapa nanyanya pakai "dimana Allah" Mah?"
Ibu:
"Karena Rasulullah ingin mengetest iman si budak, apakah si budak
meyakini Tuhannya adalah Tuhan yang ada di langit; Tuhan yang selalu
orang-orang Islam panjatkan doa kepada-Nya itu, atau tuhan yang ada di
bumi; tuhan-tuhannya orang-orang musyrik. Kalau tuh budak jawabnya; di
bumi, habislah perkara, bukan mukminlah dia, tak jadi bebaslah dia. Tapi
kalau ntuh budak jawabnya di langit, selamatlah tuh budak, maka
bebaslah dia"
Anak: "Owh jadi ditanya "dimana", hanya
cebagai paladokci (red: paradoksi) aja ya Ma? *Duh nih bocah celat-celat
tau pula' dia komparatif*
Ibu: "Kamu pinter sayang, betul
sekali. Agar si budak hanya tinggal menjawab apakah yang di bumi atau
yang di langit. Tapi maksud Nabi bukan mau menanyakan tempat, namun ada
yang lebih penting dari itu; yaitu Tuhan kamu Allah apa berhala? Begitu
sayang."
Anak: "Mama ngalang (red: ngarang) ah."
*Gubraaaaaaaaaaaaak ^%$%%(^%$%#*
Ibu:
"Bukan ngarang sayaaang, itu yang diajarin Papa. Lihat dong buktinya;
terakhir di akhir dialog, Nabi tanya dirinya siapa kan sama budak itu?"
Anak:
"Eh iya Mah betul, adek lupa, telakhil Nabi bilang cama budak itu: Aku
ini ciapa? Telus budak itu jawab: Engkau adalah utusan Allah."
Ibu:
"Naaaaaah, itu dia, itukan bukti bahwa sebenarnya Nabi ingin menanyakan
syahadat si budak itu, bukan nanyakan tempat Allah dimana dengan
sebenar-benar tempat. Sekarang mama tanya sama adek, pasangan dua
kalimat syahadat: Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah apa?"
Anak: "Asyhadu an Laa ilaha illAllah"
Ibu:
"Nah itulah dia bukti iman, yang menjadi syarat seseorang itu beriman
apa tidak, bukan tempat Allah ada dimana. Tahu tempat Allah dimana;
bukan syarat iman Dek. Adek kalau mau tahu seseorang itu beriman apa
tidak, adek mesti tanya siapa Tuhannya dan siapa Rasulnya? Bukan tanya
dimana tempat Tuhannya.
Anak: "Hmmm, tapi adek belum puas.
Kila-kila, mamah punya bukti laen gak untuk menguatkan pelkataan
mamah." *Nih bocah mirip ane waktu kecil banget Gan, kritis bangat*
Ibu: "Owh tentu. Bentar yah mama buka kitab dulu. Nah ini dia:
Hadits-hadits
ini sama seperti hadits yang adek ceritakan, cuman berbeda jalur
periwayatan dan redaksi saja, tapi maksudnya sama, menceritakan budak
yang menjaga kambing itu:
عن ابن جريج قال: أخبرنى عطاء
أن رجلا كانت له جارية فى غنم ترعاها وكانت شاة صفى- يعنى غزيرة فى غنمه
تلك- فأراد أن يعطيها نبى الله صلى الله عليه وسلم فجاء السبع فانتزع
ضرعها فغضب الرجل فصك وجه جاريته فجاء نبى الله صلى الله عليه وسلم فذكر
ذلك له وذكر أنها كانت عليه رقبة مؤمنة وافية قد هم أن يجعلها إياها حين
صكها، فقال له النبى صلى الله عليه وسلم: إئتنى بها! فسألها النبى صلى الله
عليه وسلم: أتشهدين أن لا إله إلا الله؟ قالت: نعم. وأن محمدا عبد الله
ورسوله؟ قالت: نعم. وأن الموت والبعث حق؟ قالت: نعم. وأن الجنة والنار حق؟
قالت: نعم. فلما فرغ، قال: اعتق أو أمسك!
Dari Ibnu Juraij,
ia berkata: Aku dikhabarkan oleh `Atha`, bahwasanya seorang laki-laki
memiliki seorang budak perempuan yang dipekerjakannya untuk
mengembalakan kambingnya dan kambing-kambing ini merupakan kambing
pilihan – yakni dari kambingnya yang banyak itu-. Kemudian ia bermaksud
memberikannya (kambing tersebut) kepada Nabi Saw.. Lalu tibalah binatang
buas dan menerkam kambingnya. Si laki-laki kemudian marah dan menampar
wajah budak perempuan. Si lak-laki lantas mendatangi Nabi Saw. dan
menyebutkan semua yang terjadi kepada Nabi Saw.. Ia juga menyebutkan
bahwa ia mesti membebaskan seorang budak yang beriman sebagai kafarah
dan ia bermaksud untuk menjadikan budak ini sebagai budak yang
dibebaskannya ketika ia menamparnya itu. Maka Rasul Saw. berkata
kepadanya: “Datangkanlah ia kepadaku!”. Rasul Saw. kemudian menanyainya
(budak wanita): “Apakah engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain
Allah?” Ia menjawab: “Iya”. Dan “bahwasanya Muhammad adalah utusan
Allah?” Ia menjawab: “Iya”. Dan “kematian serta kebangkitan adalah
sesuatu yang haq?” Ia menjawab: “Iya”. Dan “surga dan neraka dalah haq?”
Ia menjawab: “Iya”. Ketika selesai dialog tersebut, Rasul Saw.
mengatakan: “Bebaskanlah ia atau tetap bersamamu!” (Hadits riwayat
Mushannaf Abdur Razzaq)
Terus mamah masih punya hadits satu lagi, yang ini riwayat Imam Malik:
وَحَدَّثَنِى
مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ جَاءَ إِلَى
رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِجَارِيَةٍ لَهُ سَوْدَاءَ فَقَالَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عَلَىَّ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً فَإِنْ كُنْتَ
تَرَاهَا مُؤْمِنَةً أُعْتِقُهَا. فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- «أَتَشْهَدِينَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ؟ ». قَالَتْ:
نَعَمْ. قَالَ « أَتَشْهَدِينَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ؟ قَالَتْ:
نَعَمْ. قَالَ « أَتُوقِنِينَ بِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ؟ ». قَالَتْ:
نَعَمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَعْتِقْهَا ».
Disampaikan
kepadaku oleh Imam Malik: dari Syihab dari `Ubaidillah Bin Abdullah Bin
`Uthbah Bin Mas`ud bahwasanya seorang laki-laki dari kalangan Anshar
mendatangi Rasul Saw. ia memiliki seorang budak wanita berkulit hitam
dan berkata: Wahai Rasul Saw. sesungguhnya saya mesti membebaskan
seorang budak beriman, jikalau engkau melihatnya beriman, maka
bebaskanlah ia. Maka Rasul Saw. berkata kepadanya (budak wanita) “Apakah
engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah?” Ia menjawab:
“Iya”. Dan “apakah engkau bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan
Allah?” ia menjawab: “Iya”. Dan “apakah engkau meyakini adanya
kebangkitan setelah kematian?! Ia menjawab: “Iya”. Rasul Saw. kemudian
mengatakan : “bebaskanlah ia”
Raghda', Syaima', Ghaida'
Anak: "Hiufth panjang bangat Mah.Oleng pala adek baca na"
Ibu:
"Yeee, kan adek tadi yang minta dalil. Ckckckck. Nah jadi riwayat yang
adek ceritakan tadi harus kita gabungkan dengan riwayat yang ada sama
mamah. Setelah kita gabungkan, baru kita ambil kesimpulan. Adeeek, baca
hadits itu gak boleh separoh-separoh, gak boleh satu rriwayat saja, tapi
harus membaca dan menggabungkan semua riwayat yang berkenaan, agar kita
gak salah dan sepihak dalam menyimpulkan. Begitu papah adek bilang.
Adek: "Owh…ai ci.. ai ci… (red:i see.. i see)"
-T A M A T-
Nah
begitulah Sodara-sodaraku yang budiman, artikel ini sengaja saya buat
dalam bentuk tanya jawab agar lebih mudah dipahami bagi yang awam. Lalu
sebenarnya bagaimana bunyi redaksi hadits yang diceritakan oleh si Adek
yang bersumber dari ustadnya tadi. Berikut saya cantumkan:
حَدَّثَنَا
أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي
شَيْبَةَ وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَا حَدَّثَنَا
إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى
بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ
يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ
بَيْنَا
أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي
الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ
تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى
أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ
فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ
أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي
وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ
مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ
وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ أَوْ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي حَدِيثُ عَهْدٍ
بِجَاهِلِيَّةٍ وَقَدْ جَاءَ اللَّهُ بِالْإِسْلَامِ وَإِنَّ مِنَّا
رِجَالًا يَأْتُونَ الْكُهَّانَ قَالَ فَلَا تَأْتِهِمْ قَالَ وَمِنَّا
رِجَالٌ يَتَطَيَّرُونَ قَالَ ذَاكَ شَيْءٌ يَجِدُونَهُ فِي صُدُورِهِمْ
فَلَا يَصُدَّنَّهُمْ قَالَ ابْنُ الصَّبَّاحِ فَلَا يَصُدَّنَّكُمْ قَالَ
قُلْتُ وَمِنَّا رِجَالٌ يَخُطُّونَ قَالَ كَانَ نَبِيٌّ مِنْ
الْأَنْبِيَاءِ يَخُطُّ فَمَنْ وَافَقَ خَطَّهُ فَذَاكَ قَالَ وَكَانَتْ
لِي جَارِيَةٌ تَرْعَىغَنَمًا لِي قِبَلَ أُحُدٍ وَالْجَوَّانِيَّةِ
فَاطَّلَعْتُ ذَاتَ يَوْمٍ فَإِذَا الذِّيبُ قَدْ ذَهَبَ بِشَاةٍ مِنْ
غَنَمِهَا وَأَنَا رَجُلٌ مِنْ بَنِي آدَمَ آسَفُ كَمَا يَأْسَفُونَ
لَكِنِّي صَكَكْتُهَا صَكَّةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَظَّمَ ذَلِكَ عَلَيَّ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَفَلَا أُعْتِقُهَا قَالَ ائْتِنِي بِهَا فَأَتَيْتُهُ بِهَا فَقَالَ
لَهَا أَيْنَ اللَّهُ قَالَتْ فِي السَّمَاءِ قَالَ مَنْ أَنَا قَالَتْ
أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ
Diriwayatkan
dari Atho' bin Yassar dari Mu`awiyah Bin Hakam Al Sulamiy: Ketika saya
shalat bersama Rasulullah Saw. ada seorang laki-laki yang bersin, lantas
saya mendo`akannya dengan mengucapkan yarhamukaLlah. Semua orang yang
shalat lantas melihat kepadaku dan aku menjawab: “Celaka kedua orangtua
kalian beranak kalian, ada apa kalian melihatku seperti itu?!” Kemudian
mereka memukulkan tangan mereka ke paha-paha mereka. Aku tahu mereka
memintaku untuk diam, maka akupun diam. Ketika telah selesai Rasul Saw.
menunaikan shalat, demi ayah dan ibuku, aku tidak pernah melihat sebelum
dan sesudahnya seorang guru yang lebih baik cara mendidiknya daripada
Rasul saw.. Demi Allah, beliau tidak menjatuhkanku, tidak memukulku, dan
juga tidak mencelaku. Beliau hanya berkata: “Sesungguhnya shalat ini
tidak boleh ada perkataan manusia di dalamnya. Di dalam shalat hanyalah
terdiri dari tasbih, takbir dan bacaan al Qur`an.” Atau sebagaimana yang
dikatakan oleh Rasul saw.. Aku kemudian menjawab: “Wahai Rasul Saw.
sesungguhnya aku adalah seorang yang baru saja berada di dalam
kejahiliyahan kemudian datang islam. Dan sesungguhnya diantara kami
masih ada yang mendatangi para dukun. Beliau berkata: “Jangan datangi
mereka!” Aku kemudian menjelaskan bahwa diantara kami masih ada yang
melakukan tathayyur (percaya terhadap kesialan dan bersikap pesimistis).
Beliau mengatakan: “Itu hanyalah sesuatu yang mereka rasakan di dalam
diri mereka, maka janganlah sampai membuat mereka berpaling (Kata Ibnu
Shabbah: maka janganlah membuat kalian berpaling). Kemudian ia
melanjutkan penjelasan: Aku berkata: dan sesungguhnya diantara kami ada
yang menulis dengan tangan mereka. Rasul Saw. berkata: dari kalangan
Nabi juga ada yang menulis (khat) dengan tangan, barangsiapa yang sesuai
apa yang mereka tulis, maka beruntunglah ia. Dia kemudian berkata: saya
memiliki seorang budak perempuan yang mengembalakan kambing di sekitar
bukit Uhud dan Jawwaniyyah. Pada suatu hari aku memperhatikan ia
mengembala, ketika itu seekor srigala telah memangsa seekor kambing. Aku
adalah seorang anak manusia juga. Aku bersalah sebagaimana yang lain.
Kemudian aku menamparnya (budak wanita) dengan sekali tamparan. Maka
kemudian aku mendatangi Rasul Saw.. Rasul Saw. menganggap itu adalah
suatu hal yang besar bagiku. Akupun berkata: “Apakah aku mesti
membebaskannya?” Rasul Saw. menjawab: “Datangkanlah ia kesini!”.
Kemudian akupun mendatangkan budak wanita tersebut ke hadapan Rasul
Saw.. Rasul Saw. kemudian bertanya: “Dimanakah Allah?”, maka ia (budak
wanita) menjawab: “Di langit”, Rasul Saw. bertanya lagi: “Siapa aku?”,
maka ia menjawab: “Anda Rasul Allah”. Lalu Rasul Saw. bersabda:
“Bebaskanlah ia karena ia adalah seorang yang beriman” (HR. Muslim)
Hehe panjang bukan?! Awas oleng bacanya kaya' si adek.
Hadits ini riwayat Muslim, walaupun dia kuat secara sanad tetapi lemah secara matan. Karena hadits ini adalah hadits idhtirob,
yaitu hadits yang berbenturan redaksinya terhadap redaksi hadits dari
jalur periwayatan yang lain. Coba lihat hadits Muslim ini yang
menggunakan redaksi: "Dimana Allah" dan bandingkan dengan dua hadits
lain di atasnya yang menggunakan redaksi "Apakah engkau bersaksi bahwa
tidak ada tuhan selain Allah?"
Secara konteks, jelas
pertanyaan: "Apakah engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah?"
lebih tepat daripada pertanyaan "Dimana Allah" dalam membuktikan iman
seorang hamba. Artinya apa? Ada kemungkinan besar terjadi perubahan
lafal oleh salah satu perawi dalam hadits Muslim. Sebagaimana telah
masyhur bahwa Imam Muslim juga terkadang meriwayatkan hadits dengan
makna dan bukan dengan teks
Dan jika ditimbang dengan
ushul-ushul aqidah kita Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang disimpulkan dari
Alquran dan Sunnah, sangat mustahil Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menanyakan tempat Allah dimana, sebab Rasulullah adalah orang yang faham betul bahwa laisa kamitslihi syai'un itu berlazimkan Allah tiada bertempat sebagaimana makhluk bertempat.
Toh kalaupun memang benar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya
seperti itu, bukan berarti Rasulullah ingin mengetahui tempat Allah
sebagaimana yang sudah dijelaskan si ibu di atas tadi, tetapi hanya
ingin menguji iman budak tersebut, apakah menyembah Allah atau menyembah
berhala.
Lalu kenapa Imam Muslim dengan pedenya menuliskan dalam shohihnya dengan redaksi "dimana Allah"? Apa beliau gak takut dibilang menyamakan Allah dengan makhluk?!
Jawabnya
karena Imam Muslim adalah seorang salaf, salaf itu fitrahnya lurus,
hatinya bersih, lughahnya fashih, akalnya baligh dan bashirohnya jernih.
Ketika mereka mendengar Allah 'di langit', 'tangan' Allah, 'wajah'
Allah, 'bayangan' Allah dan sebagainya sebagaimana yang terdapat di
dalam nash-nash alquran dan sunnah, mereka tidak memaknakannya secara
zhohir, tetapi mereka memaknakannya sesuai dengan yang diridhoi Allah
dan yang layak bagi Allah. Inilah yang menyebabkan mereka diam dan tidak
banyak komen, karena mereka semua masing-masing sudah tahu bagaimana
seharusnya bermua'ammalat terhadap nash-nash mutasyabihat; cukup mengimani saja, yakini datangnya dari Allah, tak perlu ditafsir2kan.
يَقُولُونَ آَمَنَّا بِهِ
"…mereka berkata kami beriman dengan ayat-ayat mutasyabihat…" (Ali Imran:7)
Jadi
tidak norak sebagaimana yang terjadi pada sekelompok kaum muslimin saat
ini dimana mereka begitu menggembor-gemborkan ayat-ayat mutasyabihat.
Sampai-sampai mau masuk kuliahpun ujian seleksinya yang ditanyanya
adalah: "dimana Allah?". Mau dapat beasiswa juga ditanyanya "dimana
Allah?" ampe2 mau ngelamar anaknye nanti juga takutnya ntar ditestnya:
"dimana Allah?"
Harooom…haroooom…harooom ya Akhi…
Kalimat tanya "dimana Allah?" ini tidak dimasyru'kan dalam syariat. Ini adalah bid'ah terbesar yang pernah ada dimuka bumi.
وكل بدعة ضلالة ، وكل ضلالة في النار
"Setiap yang bid'ah adalah sesat dan setiap yang sesat di neraka" (HR Muslim)
Jangan tergelincir dengan zhohir teks hadits budak riwayat Muslim di atas. Para ulama dan ustadz sudah memberikan tabayunnya.
Bukalah mata kepala kita, buka mata hati kita. Jangan baca satu riwayat
saja, jangan baca satu pendapat saja, jangan ikut satu kelompok saja!
Syaikh Abdushomad Al-Falembangi, Syaikh Arsyad Al-Banjari, Syaikh Abd. Wahab Bugis, & Syaikh Abdurrahman Mashri
Kita
bukan salaf, tapi hanya bisa mencontoh apa yang mereka perbuat. Namun
amal ibadah kita tak akan mampu mengimbangi amal ibadah salaf. Hasil
mujahadah kita tak akan mampu menyamai hasil mujahadah salaf. Begitu
pula pemahaman kita terhadap nash-nash alquran tidak akan mampu menyamai
pemahaman mereka terhadap nash-nash alquran. Kita hanya mampu membaca
alquran sampai kerongkongan saja, sementara mereka sampai kepada hati
yang terdalam. Kita memahami 'wajah' Allah hanya sebatas wajah saja,
sementara mereka memahami wajah Allah bukan hanya wajah itu, tapi lebih
daripada itu, wajah dalam artian sesuatu yang tak terdefinisikan lagi
dan tak terungkapkan, maka mereka banyak yang diam, gak banyak komplain
dan berkata kepada orang: "Serahkan saja kepada Allah maknanya"
seolah-olah mereka ingin mengatakan hanya Allah yang mampu mengungkapkan
maknanya sebab itu 'kata-kata' Allah.
كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا
"…semuanya itu adalah dari Tuhan kita" (Ali Imran:7)
Kita hanya mampu imroruha kama ja'at (melewatinya sebagaimana ia datang), so jangan diapa-apain, jangan ditafsirin, jangan ditakyif, janganditasybih dan juga jangan dita'thil, sebab: tafsiruha qiro'atuha (tafsirnya adalah bacaannya) bukan makna zhohir lughawinya.
Apapun yang terlintas di benak kita, maka kembalikanlah kepada ayat-ayat yang muhkamat. Ayat muhkamatlah sebagai ummul qur'an,
tempat kita kembali kepada 'ibu' kita ketika kita menemukan problem dan
merasakan kesamaran di dalam ayat-ayat mutasyabihat. Ayat muhkamat
tempat kita berpedoman dalam membangun ushul-ushul aqidah kita. Adapun
ayat-ayat mutasyabihat hanya untuk menguji kita, cukup imani saja Dan
di antara ayat muhkamat itu adalah:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak serupa dengan-Nya segala sesuatu dan Dia Maha mendengar lagi Maha melihat" (Asy-Syura: 11)
Mafhum dari ayat Asy-Syura di atas adalah Allah tidak sama dengan apapun dalam bentuk apapun,
Maka imamnya ahlul bait Imam Ja'far Shodiq radhiyallahu anhu jauh-jauh
hari sudah mengajarkan kepada kita semua suatu rumus agar kelak kita
tidak terombang-ambing dalam kebingungan kepikir akan Dzat Allah
Subhanahu wa Ta'ala, yaitu rumus:
كل ما خطر ببالك فالله بخلاف ذالك
"Segala apa yang terlintas di benak kamu, maka Allah tidak sama dengan itu"
Wallahu a'lam.
Dari temen di Kairo Mesir :D
Al-faqir ila 'afwi Rabbih
Haris F. Lubis