Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Musa berdoa :
" رَبِّ أَدْنِنِيْ مِنَ الأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ".
Maknanya: "Ya Allah dekatkanlah aku ke Tanah Bayt al Maqdis meskipun sejauh lemparan batu".
Kemudian Rasulullah bersabda :
"وَاللهِ
لَوْ أَنِّيْ عِنْدَهُ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَنْبِ الطَّرِيْقِ
عِنْدَ الكَثِيْبِ الأَحْمَرِ" أخرجه البخاريّ ومسلم
Maknanya :
"Demi Allah, jika aku berada di dekat kuburan Nabi Musa niscaya akan aku
perlihatkan kuburannya kepada kalian di samping jalan di daerah al
Katsib al Ahmar" (H.R. al Bukhari dan Muslim)
Faedah Hadits:
Tentang hadits ini al Hafizh Waliyyuddin al 'Iraqi berkata dalam
kitabnya “Tharh at-Tatsrib”: "Dalam hadits ini terdapat dalil kesunnahan
untuk mengetahui kuburan orang-orang yang saleh untuk berziarah ke sana
dan memenuhi hak-haknya".
Dan telah menjadi tradisi di kalangan para
ulama Salaf dan Khalaf bahwa ketika mereka menghadapi kesulitan atau
ada keperluan mereka mendatangi kuburan orang-orang saleh untuk berdoa
di sana dan mengambil berhaknya dan setelahnya permohonan mereka
dikabulkan oleh Allah. Al Imam asy-Syafi’i ketika ada hajat yang ingin
dikabulkan seringkali mendatangi kuburan Abu Hanifah dan berdoa di sana
dan setelahnya dikabulkan doanya oleh Allah. Abu ‘Ali al Khallal
mendatangi kuburan Musa ibn Ja’far. Ibrahim al Harbi, al Mahamili
mendatangi kuburan Ma’ruf al Karkhi sebagaimana diriwayatkan oleh al
Hafizh al Khathib al Baghdadi dalam kitabnya “Tarikh Baghdad”. Karena
itu para ahli hadits seperti al Hafizh Syamsuddin Ibn al Jazari
mengatakan dalam kitabnya 'Uddah al Hishn al Hashin :
"وَمِنْ مَوَاضِعِ إِجَابَةِ الدُّعَاءِ قُبُوْرُ الصَّالِـحِيْنَ".
"Di antara tempat dikabulkannya doa adalah kuburan orang-orang yang saleh ".
Al
Hafizh Ibn al Jazari sendiri sering mendatangi kuburan Imam Muslim ibn
al Hajjaj, penulis Sahih Muslim dan berdoa di sana sebagaimana
disebutkan oleh Syekh Ali al Qari dalam Syarh al Misykat.
HIKAYAH NAFISAH (KISAH TELADAN)
Al
Hafizh Abdurrahman ibn al Jawzi menyebutkan sebuah kisah dalam kitabnya
“Al Wafa bi Ahwal al Mushthafa” –kisah ini juga dituturkan oleh al
Hafizh adl-Dliya' al Maqdisi - bahwa Abu Bakr al Minqari berkata:
"Adalah aku, ath-Thabarani dan Abu asy-Syaikh berada di Madinah. Kami
dalam suatu keadaan dan kemudian rasa lapar melilit perut kami, pada
hari itu kami tidak makan. Ketika tiba waktu Isya', aku mendatangi makam
Rasulullah dan mengadu: “Yaa Rasulallah, al Juu’ al Juu’ (Wahai
Rasulullah! lapar...lapar)”, lalu aku kembali. Abu as-Syaikh berkata
kepadaku: "Duduklah, (mungkin) akan ada rizqi atau (kalau tidak, kita
akan) mati". Abu Bakr melanjutkan kisahnya: "Kemudian aku dan Abu
asy-Syaikh beranjak tidur sedangkan ath-Thabarani duduk melihat sesuatu.
Tiba-tiba datanglah seorang 'Alawi (sebutan bagi orang yang memiliki
garis keturunan dengan Ali dan Fatimah) lalu ia mengetuk pintu dan
ternyata ia ditemani oleh dua orang pembantu yang masing-masing membawa
panci besar yang di dalamnya ada banyak makanan. Maka kami duduk lalu
makan. Kami mengira sisa makanan akan diambil oleh pembantu itu, tapi
ternyata ia meninggalkan kami dan membiarkan sisa makanan itu ada pada
kami. Setelah kami selesai makan, 'Alawi itu berkata: "Wahai kaum,
apakah kalian mengadu kepada Rasulullah?, sesungguhnya aku tadi mimpi
melihat beliau dan beliau menyuruhku untuk membawakan sesuatu kepada
kalian".
Dalam kisah ini, secara jelas dinyatakan bahwa menurut
mereka, mendatangi makam Rasulullah untuk meminta pertolongan (al
Istighotsah) adalah boleh dan baik. Siapapun mengetahui bahwa mereka
bertiga (terutama, ath-Thabarani, seorang ahli hadits kenamaan) adalah
ulama–ulama besar Islam. Kisah ini dinukil oleh para ulama termasuk
ulama madzhab Hanbali dan lainnya. Mereka ini di mata ummat Islam adalah
Muwahhidun (Ahli Tauhid), bahkan merupakan tokoh-tokoh besar di
kalangan para Ahli Tauhid, sedangkan di mata para anti tawassul mereka
dianggap sebagai ahli bid’ah dan syirik. Padahal kalau mau ditelusuri,
peristiwa-peristiwa semacam ini sangatlah banyak.