DALIL DALIL TAHLILAN (postingan yang kesekian kali)

Diposkan oleh Label: di

Oleh: Abiel mikdad Ali khaidar

بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله وكفى وصلاة وسلام على الرسول المصطفى واله وأصحابه ومن بأثارهم اقتفى (وبعد)

Secara singkat untuk mengetahui hukum dari TAHLILAN, terlebih dahulu harus mengetahui tentang apa itu bid'ah atau perkara yang di ada adakan setelah Rosulillah SAW, sebab dengan mengetahuinya akan dapat mengerti apakah TAHLILAN tersebut masuk pada kategori bid'ah yang harus di tinggalkan dan di hapus apa tidak? Karna memang acara TAHLILAN yang di laksanakan aswaja terutama NU secara prakteknya tidak pernah di kerjakan oleh Rosululloh SAW, maupun oleh para sahabat sehingga kesimpulannya TAHLILAN itu merupakan perkara yang di ada adakan setelah beliau atau bid'ah. Sedangkan Rosululloh SAW telah bersabda:

من أحدث فى أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Barangsiapa yang mengadakan di dalam agama kami perkara baru yang tidak bersumber darinya, maka perkara itu tertolak (H.R.bukhori, muslim)

فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدى هدى محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة

Bahwasannya sebaiknya perkataan itu adalah kitabnya Alloh, dan sebaiknya petunjuk itu adalah petunjuknya muhammad, dan sejeleknya perkara itu adalah perkara barunya (bid'ah), dan tiap bid'ah itu sesat [H.muslim]

Jika memandang sekilas hadits tersebut tentu saja tahlilan juga akan termasuk ke dalam sabda ini, karna praktek TAHLILAN tidak pernah ada di jaman nabi dan para sahabat, sehingga seharusnya di tinggalkan dan di hapus. Akan tetapi aswaja sebagai penerus dari ajaran salafussoleh, tentu saja pemahaman tentang hadits ini juga di kembalikan pada pemahaman mereka. Bagaimana salafussoleh memahaminya?? imam syafii Rodiyallohu anhu berkata:

المحدثات ضربان ما أحدث يخالف كتابا أو سنة أو أثرا أو إجماعا فهذه البدعة ضلالة. وما أحدث من الخير لا خلاف فيه لواحد من هذا فهذه محدثة غير مذمومة

Perkara baru itu ada dua macam, pertama: perkara baru yang menyalahi Al qur'an, atau hadits, atau atsar, atau ijma' maka perkara baru ini adalah bid'ah yang sesat. Kedua: perkara baik yang baru tetapi tidak menyalahi salah satu darinya (Al qur'an, hadits, atsar, dan ijma') maka perkara baru ini adalah bid'ah yang tidak tercela

[manaqibus syafii. Al baihaqi: 1/265]
[Siyar a'lamin nubalaa'. Ad-dzahabi: 10/70] [Tahdzibul asma'. An-nawawi: 1/996]

Dari pendapat imam syafii tersebut dapat di mengerti bahwasannya hadits bid'ah itu tidaklah bersifat umum sehingga semua perkara baru itu harus di tinggalkan dan di hapus, akan tetapi harus meninjau ulang, apakah perkara baru itu menyalahi Al qur'an, hadits, atsar, ijma' apa tidak?? Jika menyalahinya maka harus di tinggalkan karna perkara itu jelas bid'ah sesat. Namun apabila tidak, bahkan masih merujuk kepada Al qur'an maupun hadits nabi baik hadits yang berupa ucapan nabi, maupun perbuatan dan taqrirnya maka perkara itu bukan bid'ah sesat tetapi masih ada dalam jalur agamanya Rosululloh SAW, yang dapat mendatangkan pahala.

Sekarang, apakah tahlilan itu ada sumbernya dari Al qur'an, hadits, atsar maupun ijma' apa tidak? Kita urai satu persatu dari rangkaian acara dalam tahlilan tersebut, agar dapat jelas kedudukannya, sebab untuk mengetahui hukum satu perkara, itu harus di tinjau dari berbagai segi dan aspeknya. Rangkaian acara TAHLILAN itu ialah:

[1]-berkumpul untuk berdzikir. Dalilnya adalah hadits nabi SAW, yang berbunyi:

لا يقعد قوم يذكرون الله إلا حفتهم الملائكة وغشيتهم الرحمة ونزلت عليهم السكينة وذكرهم الله فيمن عنده

Tidaklah duduk satu kaum untuk berdzikir kepada Alloh, kecuali para malaikat mengelilingi mereka, dan rahmat menyelimuti mereka, dan Alloh menyebut mereka kepada para malaikat di sisiNya [H.muslim, tirmidzi, ibnu majah]

Hadits yang mutlak yang tidak terikat dengan situasi dan kondisi tersebut dapat mengindikasikan, bahwa berkumpul untuk berdzikir kepada Alloh, di manapun, pada situasi bagaimanapun, itu tetap mendatangkan rahmat Alloh dan mengundang para malaikatNya. Dan masih banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan dzikir dan majlisnya.

[2]- dzikir yang di baca di dalamnya terdiri dari tahlil, tahmid, tasbih, dan takbir, yang semuanya berpahala sedekah. Dalilnya ialah hadits nabi:

عن أبي ذر ان ناسا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم قالوا للنبي صلى الله عليه وسلم: يا رسول الله ذهب أهل ألدثور بالأجور يصلون كما نصلى ويصومون كما نصوم ويتصدقون بفضل أموالهم . قال أوليس قد جعل الله لكم ما تصدقون ان بكل تسبيحة صدقة وكل تكبيرة صدقة وكل تحميدة صدقة وكل تهليلة صدقة وأمر بالمعروف صدقة ونهي عن منكر صدقة وفي بضع أحدكم صدقة. قالوا يا رسول الله أياتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر؟ قال نعم أر أ يتم لو وضعتها فى حرام أكان له وزر؟ فكذلك إذا وضعها فى الحلال كان له أجر

Dari abu dzar, bahwasannya ada gerombolan para sahabat nabi SAW yang berkata kepada beliau" Ya rosululloh, orang orang kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak, mereka melaksanakan sholat sebagaimana kami sholat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka" (Nabi bersabda): bukankah Alloh telah menjadikan sesuatu yang dapat di jadikan sedekah oleh kalian? Sesungguhnya pada tiap bacaan tasbih itu merupakan sedekah, pada tiap bacaan takbir itu merupakan sedekah, pada tiap bacaan tahmid itu merupakan sedekah, pada tiap bacaan tahlil itu merupakan sedekah, menyuruh kebaikan itu sedekah, melarang kemungkaran itu sedekah , dan pada kemaluan kalian itu terdapat sedekah" (para sahabat) itu berkata" ya Rosulalloh, jika salah satu dari kami menyalurkan syahwatnya apakah berpahala??" (Rosululloh menjawab" bukankah kamu sudah tahu? Andaikan syahwat itu di salurkan kepada yang haram itu berdosa? Begitu juga jika syahwat itu di letakkan ke dalam yang halal maka akan mendapatkan pahala.
[H.muslim].

[3]-doa bersama, dengan di pimpin satu orang kiai atau ustadz, dan di amini oleh yang lain. Dalilnya adalah sabda nabi:

لا يجتمع ملاء فيدعو بعضهم ويوءمن بعضهم إلا أجابهم الله

Tidaklah berkumpul satu kaum, kemudian satu di antara mereka ada yang berdoa, dan sebagiannya ada yang mengamini, kecuali pasti Alloh akan mengabulkan mereka
[H.thobroni, Al hakim, Al baihaqi. Al haitsami dengan sanad hasan]

[4]-sedekah. Dalilnya adalah hadits:

عن ابن عباس ان رجلا قال لرسول الله صلى الله عليه وسلم ان أمي توفيت أينفعها ان تصدقت عنها؟ قال نعم. قال فإن لى مخرفا واني اشهدك اني قد تصدقت عنها

Dari ibnu abbas, bahwasannya ada seorang lelaki bertanya kepada Rosululloh SAW" sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, apakah jika aku bersedekah akan bermanfaat kepadanya?" (Nabi menjawab)" iya" (lelaki itu berkata): sungguh aku mempunyai kebun kurma, aku menjadikanmu sebagai saksi bahwa aku menyedekahkan kebun itu untuk ibuku"

[H.bukhori, muslim, abu dawud, tirmidzi, nasa'i, ahmad, Al baihaqi, Al hakim, dengan teks berbeda tetapi satu makna. Referensi: mausu'ah takhrij: hadits ke: 20704]

[5]-sampainya pahala bacaan. Dalam masalah sampainya pahala bacaan itu berdasarkan fatwa para ulama pakar dari berbagai madzhab.

•MADZHAB SYAFIIYAH: imam nawawi berkata:

ويستحب للزاءر ان يسلم على المقابر ويدعو لمن يزوره ولجميع أهل المقبرة والأفضل ان يكون السلام والدعاء مما ثبت فى الحديث . ويستحب ان يقرأ ما تيسر من القرءان ويدعو لهم عقبها. نص عليه الشافعي واتفق عليه الأصحاب

Di sunnahkan bagi peziarah kubur, untuk mengucapkan salam di atas pekuburan dan berdoa buat mayyit yang di ziarahinya dan buat semua ahli pekuburan itu. Dan yang lebih utama ucapan salam dan doanya menggunakan bacaan yang telah tsubut haditsnya. Juga di sunnahkan membaca apa yang di rasa ringan dari Al qur'an kemudian setelah itu berdoa, hukum ini telah di nash (nyatakan) oleh imam syafii, dan di sepakati oleh para ulama syafiiyah (majmu' syarh muhaddzab: 5/286)

• MADZHAB HANABILAH: imam burhanuddin ibnu muflih berkata:

وأي قربة فعلها من دعاء واستغفار وصلاة وحج وقراءة وغير ذلك وجعل ثواب ذلك للميت المسلم نفعه ذلك قال احمد الميت يصل اليه كل شيء من الخير للنصوص الواردة فيه. ولأن المسلمين يجتمعون فى كل مصر ويقرءون ويهدون لموتاهم من غير نكير فكان إجماعا وكالدعاء والاستغفار حتى لو أهداها للنبي صلى الله عليه وسلم جاز ووصل اليه الثواب

Apapun dari amalan Al qurbah, yang berupa doa, istighfar, sholat, haji, bacaan Al qur'an dan sebagainya yang di kerjakan seseorang, kemudian orang itu menjadikan pahalanya untuk mayyit maka pahala amalan itu akan bermanfaat bagi mayyit itu. imam ahmad telah berkata" akan sampai kepada mayyit (pahala) tiap kebaikan karna adanya nash nash yang telah menyebutkan hal itu" juga bahwasannya kaum muslimin mengadakan perkumpulan membaca Al qur'an bersama di tiap negeri dan menghadiahkan (pahalanya) untuk keluarga mereka yang sudah meninggal tanpa adanya pengingkaran (dari para ulama) maka secara tidak langsung perbuatan tersebut merupakan ijma' (konsensus ulama) sebagaimana doa dan istighfar, bahkan jika bacaan itu di hadiahkan kepada nabi SAW niscaya boleh dan pahalanya akan sampai kepada beliau [Al mubdi' ibnu muflih: 2/279]

•MADZHAB HANAFIYAH: imam Az-zaila'iy Al hanafi berkata:

ان الانسان له ان يجعل ثواب عمله لغيره عند أهل السنة والجماعة صلاة كان أو صوما أو حجا أو صدقة أو قراءة قرءان أو الاذكار إلى غير ذلك من جميع أنواع البر ويصل ذلك إلى الميت وينفعه

Menurut ahlussunnah wal jamaah, Boleh bagi seseorang untuk menjadikan pahala amalnya untuk orang lain, baik berupa sholat, maupun puasa, haji, sedekah, bacaan Al qur'an dan dzikir, dan sebagainya dari aneka ragam kebajikan, dan pahalanya akan sampai dan bermanfaat untuk mayyit tersebut
[Tabyinul haqo'iq. Az-zaila'iy: 2/83]

•MADZHAB MALIKIYAH: Al allamah Al imam abu zaid Al fasi berkata:

الميت ينتفع بقراءة القرءان وهذا هو الصحيح والخلاف فيه مشهور والإجرة عليه جائزة والله أعلم

Mayyit itu dapat mengambil manfaat dengan pembacaan Al qur'an, ini merupakan pendapat yang soheh, dan perbedaan pendapat tentang ini telah masyhur, dan meminta ongkos atas pembacaan Al qur'an ini juga boleh, wallohu a'lam [is'aful muslimin wal muslimat. Syekh muhammad Al arobi At-tabbaniy]

•FATWA IBNU TAIMIYAH:

وسئل: عن قراءة أهل الميت تصل اليه؟ والتسبيح والتحميد والتهليل والتكبير إذا أهداه إلى الميت يصل اليه ثوابها أم لا؟

فأجاب: يصل إلى الميت قراءة أهله وتسبيحهم وتكبيرهم وسائر ذكرهم لله تعالى إذا اهدوه إلى الميت وصل إليه والله أعلم

Beliau di tanya: tentang pembacaan Al qur'an oleh keluarga mayyit apakah akan sampai kepada mayyit itu? Dan bacaan tasbih, tahmid, tahlil, takbir apabila mereka menghadiahkannya kepada mayyit, pahalanya itu akan sampai kepadanya apa tidak?

Beliau menjawab: bacaan Al qur'an keluarganya akan sampai kepada mayyit itu. Dan pembacaan tasbih, takbir, dan segala macam dzikir jika mereka menghadiahkannya kepada mayyit akan sampai kepadanya wallohu a'lam [majmu' fatawa: 24/324]

[5]-penentuan waktu: dalilnya mengambil dari istinbath ulama pakar hadits yaitu Al Allamah imam ibnu hajar Al asqolani:

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال كان النبي صلى الله عليه وسلم يأتي مسجد قباء كل سبت ماشيا وراكبا وكان عبد الله رضي الله عنه يفعله

Dari ibnu umar RA, beliau berkata: nabi SAW, selalu mendatangi masjid quba' tiap hari sabtu dengan berjalan kaki dan berkendaraan, Abdulloh bin umar RA, juga melakukan hal yang sama

Mengomentari hadits ini beliau berkata:

وفى هذا الحديث على اختلاف طرقه دلالة على جواز تخصيص بعض الأيام ببعض الأعمال الصالحة والمداومة على ذلك

Dalam hadits ini dengar berbagai jalurnya yang berbeda beda, terdapat petunjuk atas bolehnya menentukan sebagian hari hari dengan sebagian amal saleh dan melakukannya secara terus menerus [Fathul bari: 3/69]

Bahkan ada riwayat dari imam thowus bin kaisan RA, beliau berkata:

ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعم عنهم تلك الأيام

Sesungguhnya orang yang mati, itu akan di uji di dalam kuburnya selama tujuh hari berturut turut, karna itulah mereka (kaum salaf) menyukai untuk bersedekah untuk orang mati itu selama tujuh hari tersebut

[abu nuaim, Hilyatul awliya' 4/11. Ibnu rajab, Ahwalul qubur No: 32. Ibnu hajar Al matholibul aliyah: 5/330. Al hafidz imam suyuti, Al hawi lil fatawi: 2/178]

Selebihnya pembagian waktu tersebut, hanya merupakan adat sebagaimana pendapat syekh nawawi Al bantani di dalam kitabnya nihayatuz zain:

والتصدق عن الميت بوجه شرعي مطلوب ولا يتقيد بكونه فى سبعة أيام أو أكثر أو أقل. وتقييده ببعض الأيام من العوائد فقط كما افتى بذلك السيد احمد دحلان . وقد جرت عادة الناس بالتصدق عن الميت فى ثالث من موته وفى سابع وفى تمام العشرين وفى الأربعين وفى المائة وبعد ذلك يفعل كل سنة حولا فى يوم الموت كما أفاده شيخنا يوسف السنبلاويني

Dan bersedekah untuk mayyit dengan cara yang sesuai syariat itu di perintahkan, dan sedekah itu tidak terikat dengan tujuh hari, atau lebih atau kurang, dan mengikatnya dengan waktu itu hanya merupakan adat istiadat saja (bukan keharusan), sebagaimana yang telah di fatwakan oleh sayyid ahmad dahlan, dan telah menjadi tradisi di tengah masyarakat dengan melakukan sedekah pada hari ke 3, 7, 20, 40, 100, kemudian di lakukan tiap tahun pas di hari kematiannya, seperti yang di sebutkan oleh guruku syekh yusuf As-sambalawiniy
[Nihayatuz zain No: 281 maktabah syamilah]

Demikian sekelumit dari dalil TAHLILAN di antara sekian dalil dalil yang ada, yang menunjukkan bahwa amaliyah aswaja tersebut bersumber dari sumber yang dapat di pertanggung jawabkan, sehingga tidak termasuk ke dalam bid'ah sayyi'ah yang harus di hapus dan di tinggalkan, akan tetapi perlu di lestarikan karna dapat mendatangkan pahala dan manfaat bagi mayyit yang di Tahlilkan. Wallohu a'lam.

HORMAT KAMI:
Abiel Mikdad Ali khaidar.
Rabu malam kamis: 16 Ramadlan 1434 H.
Post a Comment

Back to Top