Metode Diturunkannya Al-Qur’an (Kaifiyah Inzal)
Pertama: Al-Qur’an Diturunkan Secara Sekaligus
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.” (Al-Baqarah 185)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (Al-Qodr 1)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ
“Sesungguhnya kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam yang diberkahi.” (Ad-dukhon 3)
Dalam 3 ayat di atas, semua menjelaskan tentang turunnya Al-Quran pertama kali, yaitu pada bulan Ramadhan tepatnya malam lailatul qadar; malam kemuliaan. Dan pada surat Ad-Dukhon yang dimaksud malam mubarok ialah malam lailatul qadar pada bulan Ramadhan sebagaimana yang dikatakan oleh kebanyakan ulama tafsir. (lihat Ruhul Ma'ani - tafsir Al-Alusi)
Dalam kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil-Qur’an karangan Syeikh Badruddin Az-Zarkasyi (W. 794 H), beliau mengatakan bahwa dalam hal ini para Ulama berbeda pendapat ke dalam 3 pendapat yang masyhur.
Dan dari tiga pendapat tersebut, yang paling mendekati kepada pendapat yang kuat dan benar ialah pendapat yang banyak dipegang oleh Jumhur Ulama, yaitu:
Bahwa Al Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia (daarul Izzah) pada malam Lailatul Qodr kemudian diturunkan dengan cara berangsur-angsur sepanjang kehidupan Nabi saw setelah beliau diangkat menjadi Nabi di Mekah dan Madinah sampai wafat beliau.
Banyak para ulama yang mengatakan bahwa pendapat inilah yang paling mendekati kebenaran, berdasarkan suatu riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Hakim dalam mustadroknya dengan sanad yang shahih, dari Ibnu Abbas radhiyallhu ‘anhuma, beliau mengatakan bahwasanya Al-Quran itu turun sekaligus ke langit dunia pada malam lailatul qadr. Kemudian diturunkan berangsur-angsur selama 20 tahun, kemudian ia mambaca ayat,
وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik.” (QS. Al Furqan: 33)
وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً
“Dan Al Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al Isra: 106)
Imam An-Nasa’i juga meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “……dan Al-Qur’an diletakkan di baitil izzah dari langit dunia kemudian Jibril turun dengan membawanya kepada Muhammad SAW.”
Kedua: Al-Qur’an Diturunkan Secara Berangsuran
Setelah diturunkan secara lengkap (keseluruhan) dari Lauh Mahfudz ke langit Dunia (Baitul-Izzah), Al-Qur’an turun secara berangsuran selama 23 tahun (ini menurut pendapat yang kuat); 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah. Dan turunnya Al-Qur’an secara berangsuran telah dijelaskan dalam firman Allah SWT,
وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً
“Dan Al Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al Isra: 106)
Dan inilah salah satu keistimewaan Al-Qur’an, bahwa kitab suci umat Nabi Muhammad ini turun secara berangsuran setelah sebelumnya diturunkan secara lengkap/sekaligus.
Ini berbeda dengan kitab-kitab samawi lainnya yang diturunkan secara sekaligus, yaitu Injil, Taurat dan Zabur, tanpa ada angsurannya. Allah SWT berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيل وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (QS. Al-Furqan: 32-33)
Dan ayat pertama yang turun menurut kebanyakan ulama ialah surat Al-Alaq (dan ini adalah pendapat yang kuat), atau biasa kita sebut dengan surat Iqra’ ayat 1-5. Ini berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Shahih keduanya dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha Istri Rasul SAW.
Kapan Ayat Pertama Turun?
Adapun “kapan” surat Iqra’ itu diturunkan, ulama dan ahli sejarah berbeda pendapat tentang ini. Ada yang mengatakan bulan Rabiul Awwal, ada juga yang mengatakan bulan Ramadhan, dan ada juga yang mengatakan bulan Rajab.
Namun pendapat yang kuat ialah bulan Ramadhan sesuai firman Allah SWT: “bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.” (Al-Baqarah 185).
Dan kebanyakan ulama juga sepakat bahwa surat Iqra’ adalah wahyu yang pertama turun, juga sebagai pengangkatan Nabi Muhammad SAW menjadi Nabi. Dan ini terjadi pada hari senin, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Qotadah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi SAW pernah ditanya tentang puasa hari senin, kemudian beliau menjawab: “itu adalah hari di mana aku dilahirkan dan diturunkan kepadaku wahyu.”
Kemudian Ulama kembali berbeda pendapat tentang tanggal turunnya pada bulan Ramadhan. Ada yang mengatakan malam 7 Ramadhan, ada juga yang mengatakan malam 17 Ramadhan, ada juga yang mengatakan malam 24, juga ada yang mengatakan tanggal 21 Ramadhan.
Ulama yang berpendapat bahwa Al-Quran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan adalah berdasarkan QS 8 (Al-Anfal) : 41
….وَمَا أَنزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ……
“….. yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) dihari Furqaan, yaitu dihari bertemunya dua pasukan…”.
"Furqaan" ialah pemisah antara yang haq dan yang batil. Yang dimaksud dengan hari Al-Furqaan ialah hari jelasnya kemenangan orang Islam dan kekalahan orang kafir, yaitu hari bertemunya dua pasukan di peperangan Badar, pada hari Jumat tanggal 17 Ramadhan tahun kedua Hijrah.
Sebagian Mufassirin berpendapat bahwa ayat ini mengisyaratkan pada hari permulaan turunnya al Quranul Kariem pada malam 17 Ramadhan. (Al-Quran dan Terjemahannya, Kemenag RI halaman 267)
Imam Thabari dalam tafsirnya (13/562 / 6/248) meriwayatkan sebagai berikut:
حدثنا ابن حميد قال، حدثنا يحيى بن واضح قال، حدثني يحيى بن يعقوب أبو طالب، عن أبي عون محمد بن عبيد الله الثقفي، عن أبي عبد الرحمن السلمي، عبد الله بن حبيب قال: قال الحسن بن علي بن أبي طالب رضي الله عنه: كانت ليلة "الفرقان يوم التقى الجمعان"، لسبع عشرة من شهر رمضان
Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib =raadhiyallaahu ‘anhu- berkata: Adalah malam Furqaan hari bertemunya dua pasukan pada 17 bulan Ramadhan.”
Al Hafidh Ibnu Katsir dalam kitab Al Bidayah wa An Nihayah (3/11) meriwayatkan sebagai berikut :
وروى الواقدي بسنده عن أبي جعفر الباقر أنه قال: كان ابتداء الوحي إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم الاثنين، لسبع عشرة ليلة خلت من رمضان وقيل في الرابع والعشرين منه
“…..dari Abi Ja'far al Baqir, beliau berkata: “Adalah permulaan wahyu kepada Rasulullah –shallaahu ‘alaihi wasallam- pada hari Senin 17 Ramadhan, WA QIILA 24 Ramadhan .”
Ulama yang berpendapat bahwa Al-Quran diturunkan pada tanggal 24 Ramadhan adalah berdasarkan:
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan sebagai berikut:
يمدح تعالى شهر الصيام من بين سائر الشهور، بأن اختاره من بينهن لإنزال القرآن العظيم فيه
Allah memuji bulan Ramadhan dan memilihnya diantara bulan-bulan yang lain untuk menurunkan al Quran yang Agung didalamnya
وكمااختصه بذلك قد ورد الحديث بأنه الشهر الذي كانت الكتب الإلهية تنزل فيه على الأنبياء.
Dan sebagaimana Allah menkhususkannya dengan hal yang demikian, maka Hadits meriwayatkan bahwa Ramadhan adalah bulan dimana kitab-kitab ilahiyyah diturunkan didalamnya atas para Nabi
قال الإمام أحمد بن حنبل، رحمه الله: حدثنا أبو سعيد مولى بني هاشم، حدثنا عمران أبو العوام، عن قتادة، عن أبي المليح، عن واثلة -يعني ابن الأسقع-أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "أنزلت صحف إبراهيم في أول ليلة من رمضان. وأنزلت التوراة لست مضين من رمضان، والإنجيل لثلاث عشرة خلت من رمضان وأنزل الله القرآن لأربع وعشرين خلت من رمضان"
Imam Ahmad ibn Hanbal berkata : ”……dari Watsilan ibn Al Asqa’, sesungguhnya Rasulullah –shallallaahu ‘alaihi wasallam- bersabda: “Shuhuf Ibrahim diturunkan pada awal malam Ramadhan. Taurat diturunkan pada 6 Ramadhan. Injil pada 13 Ramadhan. Allah menurunkan Al-Quran pada 24 Ramadhan.” (Tafsir Ibnu Katsir )
Sementara pendapat lain ada yang mengatakan Al-Quran diturunkan pada tanggal 18 Ramadhan dan ada pula yang menatakan tanggal 19 Ramadhan.
Syeikh 'Izzuddin 'Ali ibn al Atsiir dalam kitabnya "AL KAAMIL" (1/646) , beliau berkata:
وكان نزول الوحي عليه يوم الإثنين بلا خلاف . واختلفوا في أي الإثنين كان ذلك ، فقال أبو قلابة الجرمي : أنزل الله الفرقان علي النبي صلي الله عليه وآله وسلم لثمان عشرة ليلة خلت من رمضان وقال آخرون كان ذلك لتسع عشرة مضت من رمضان
Turunnya wahyu atas beliau (Rasulullah –shallallaahu ‘alaihi wasallam-) adalah pada hari Senin tanpa ada perbedaan. Mereka berbeda Senin kapan terjadinya hal itu. Abu Qilaabah berkata: Allah menurunkan ِAl-Furqan atas Nabi –shallallaahu ‘alaihi wasallam- pada 18 Ramadhan, yang lain berkata 19 Ramadhan.
Kenapa memperingati di Malam 17 Ramadhan?
Dan yang menjadi dasar dalam memperingati nuzulul Qur’an pada malam tanggal 17 Ramadhan. Disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir (W. 774 H) dalam kitabnya Al-Bidayah wan-Nihayah,
وروى الواقدي بسنده عن أبي جعفر الباقر أنه قال: كان ابتداء الوحي إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم الاثنين، لسبع عشرة ليلة خلت من رمضان وقيل في الرابع والعشرين منه
Al-Waqidi meriwayatkan dari Abu Ja’far Al-Baqir yang mengatakan bahwa “wahyu pertama kali turun pada Rasul SAW pada hari senin 17 Ramadhan dan dikatakan juga 24 Ramadhan.”
Dan juga Benih dari tradisi memperingati Nuzulul Qur'an tersebut telah ditebarkan oleh shahabat Zaid bin Tsâbit dalam hadits :
عَنْ خَارِجَةَ بن زَيْدِ بن ثَابِتٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، أَنَّهُ كَانَ يُحْيِي لَيْلَةَ ثَلاثٍ وَعِشْرِينَ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ وَلَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَلا كَإِحْيَائِهِ لَيْلَةَ سَبْعَ عَشْرَةَ ، فَقِيلَ لَهُ : كَيْفَ تَخُصُّ لَيْلَةَ سَبْعَ عَشْرَةَ ؟ فَقَالَ : إِنَّ فِيهَا نَزَلَ الْقُرْآنُ وَفِي صَبِيحَتِهَا فُرِّقَ بَيْنَ الْحَقِّ وَالْبَاطِلِ ، وَكَانَ فِيهَا يُصْبِحُ مُبْهَجَ الْوَجْهِ (رواه الطبراني)
Dari Khârijah ibn Zaid ibn Tsâbit dari ayahnya, sesungguhnya ia selalu menghidupkan (beribadah pada) malam dua puluh tiga dan dua puluh tujuh bulan Ramadlan. Namun tidak seperti ketika Beliau menghidupkan malam ke tujuh belas. Ia ditanya,”Mengapa engkau mengkhususkan malam 17 (ketujuh belas) ?” Zaid menjawab, “Pada malam itu al-Qurân diturunkan dan pada paginya dipisahkan antara yang haq dan yang bathil....(HR at-Thabrâny).
Jelas menurut keterangan hadits tersebut bahwa ternyata Zaid bin Tsabit, seorang shahabat Nabi, sekretaris Rasulullah dalam penulisan wahyu juga memberikan perlakuan istimewa kepada malam turunnya al-Qurân.
Memperingati nuzulul Qurân seperti yang kita kenal sekarang biasanya berisi pembacaan ayat suci al-Quran, ajakan untuk merenungi kembali dan mengamalkan ajaran al-Quran. Inti dari peringatan nuzulul Quran adalah mengekspresikan rasa gembira atas turunnya al-quran yang menjadi petunjuk bagi kita. Bila kita tinjau secara seksama, isi dari peringatan nuzulul Quran yang kita lakukan sekarang termasuk ibadah sehingga termasuk bagian dari teladan yang diberikan oleh shahabat tersebut. Sebagaimana dalam pembahasan dan kajian yang lain, prosesi peringatan nuzulul Quran yang kita kenal sekarang termasuk bid’ah, namun tergolong bid’ah hasanah melihat kandungan isi peringatan tersebut yang kesemuaannya adalah ibadah dan anjuran dari syara’
Kesimpulan
Kesimpulannya bahwa malam lailatul-Qodr yang disebut sebagai malam turunnya Al-Qur’an ialah benar, karena itu ialah malam yang al-Qur’an turun secara lengkap sekaligus dari Lauh-Mahfuzd ke langit dunia (baitul-Izzah).
Dan Al-Qur’an turun secara berangsuran yang didahului dengan surat Al-‘Alaq ayat 1-5 yang juga momentum pengangkatan Muhammad SAW menjadi Rasul ialah malam 17 Ramadhan yang sering dirayakan oleh umat Islam, baik di Indonesia ataupun di negeri lain.
Walaupun penetapan malam 17 Ramadhan sebagai waktu awalnya turun Al-Qur’an itu juga masih diperselisihkan oleh kebanyakan Ulama, sebagaimana dijelaskan di atas.
Wallahu A’lam.
*dari berbagai sumber*
Perbedaan pendapat dikalangan ummat, merupakan rahmat bagi ummat itu sendiri.
ReplyDelete