PARA NABI DAN SYUHADA' TERUS HIDUP SETELAH WAFATNYA
قد ألف البيهقي جزءا في حياة الأنبياء . وقال في دلائل النبوة : الأنبياء أحياء عند ربهم كالشهداء.
Imam al-Baihaqi telah membahas sepenggal kehidupan para nabi. Ia
menyatakan dalam kitab Dalailun Nubuwwah: “Para nabi hidup di sisi Tuhan
mereka seperti para syuhada.”
قال الأستاذ أبو منصور عبد القاهر بن طاهر البغدادي :المتكلمون المحققون من
أصحابنا ، أن نبينا صلى الله عليه وسلم حي بعد انتقاله ، وأنه يبشر بطاعات
أمته ويحزن بمعاصي العصاة منهم ، وأنه تبلغه صلاة من يصلي عليه من أمته .
وقال : إن الأنبياء لا يبلون ولا تأكل الأرض منهم شيئا . وقد مات موسى في
زمانه فأخبر نبينا صلى الله عليه وسلم أنه رآه في قبره مصليا. وذكر في حديث
المعراج أنه رآه في السماء الرابعة ورأى آدم وإبراهيم وإذا صح لنا هذا
الأصل ، قلنا : نبينا صلى الله عليه وسلم قد صار حيا بعد انتقاله وهو على
نبوته انتهى.
Abu Manshur ‘Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi
mengatakan: “Para sahabat kami yang ahli kalam al-muhaqqiqun berpendapat
bahwa Nabi kita Muhammad saw hidup setelah wafatnya. Adalah beliau saw
bergembira dengan ketaatan ummatnya dan bersedih dengan kemaksiatan
mereka, dan beliau membalas shalawat dari ummatnya.” Ia menambahkan,
“Para nabi as tidaklah dimakan oleh bumi sedikit pun. Musa as sudah
meninggal pada masanya, dan Nabi kita mengabarkan bahwa beliau melihat
ia shalat di kuburnya. Disebutkan dalam hadis yang membahas masalah
mi’raj, bahwasanya Nabi Muhammad saw melihat Nabi Musa as di langit ke
empat serta melihat Adam dan Ibrahim. Jika hal ini benar adanya, maka
kami berpendapat bahwa Nabi kita Muhammad saw juga hidup setelah
wafatnya, dan beliau dalam kenabiannya. selesai.
وقال القرطبي
في (التذكرة ) في حديث الصعقة نقلا عن شيخه : الموت ليس بعدم محض وإنما هو
انتقال من حال إلى حال ، ويدل على ذلك أن الشهداء بعد قتلهم وموتهم أحياء
يرزقون فرحين مستبشرين . وهذه صفة الأحياء في الدنيا وإذا كان هذا في
الشهداء ، فالأنبياء أحق بذلك وأولى .
Al-Qurtubi dalam
at-Tadzkirah mengenai hadis kematian dari syeikhnya mengatakan:
“Kematian bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian merupakan
perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan lain. Hal ini menunjukkan
bahwa para syuhada (orang yang mati syahid) setelah kematian mereka,
mereka hidup dengan diberikan rejeki, dalam keadaan gembira dan suka
cita. Hal ini merupakan sifat orang-orang yang hidup di dunia. Jika
sifat kehidupan di dunia ini saja diberikan kepada para syuhada (orang
yang mati syahid), tentu para nabi lebih berhak untuk menerimanya.”
وقد صح أن الأرض لا تأكل أجساد الأنبياء ، وأنه صلى الله عليه وسلم اجتمع
بالأنبياء ليلة الإسراء في بيت المقدس وفي السماء ، ورأى موسى قائما يصلي
في قبره وأخبر صلى الله عليه وسلم : أنه يرد السلام على كل من يسلم عليه
إلى غير ذلك ، مما يحصل من جملته القطع بأن موت الأنبياء إنما هو راجع إلى
أن غيبوا عنا بحيث لا ندركهم ، وإن كانوا موجودين أحياء ، وذلك كالحال في
الملائكة ، فإنهم موجودين أحياء ، ولا يراهم أحد من نوعنا إلا من خصه الله
تعالى بكرامته انتهى.
Benar, ungkapan yang mengatakan bahwa bumi
tidak memakan jasad para nabi as. Hal itu terbukti bahwa Nabi Muhammad
saw berkumpul dengan para nabi pada malam isra’ di Baitul Maqdis dan di
langit, serta melihat Nabi Musa berdiri shalat di kuburnya. Nabi juga
mengabarkan bahwa beliau menjawab salam dari orang yang mengucapkan
salam kepadanya. Sampai hal yang lebih dari itu, di mana secara global
hal tersebut bisa menjadi dasar penyangkalan terhadap kematian para nabi
as yang semestinya adalah mereka kembali; gaib dari pada kita, hingga
kita tidak bisa menemukan mereka, padahal mereka itu wujud, hidup dan
tidaklah melihat mereka seorang pun dari kita melainkan orang yang oleh
Allah diberikan kekhususan dengan karamah. Selesai
Sumber :
تنوير الحلك - جلال الدين السيوطي - الصفحة ١٥- ١٦
Tanwirul Halak karya Imam Jalaluddin Asy-Syuyuti - 15-16
الكتاب : الحاوي للفتاوي للسيوطي (3/393)
Al-Hawi lil fatawaa Lis suyuthi : 3/393