BOLEHNYA MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL BAGI UMAT KRISTIANI

Diposkan oleh Label: di
FATWA WAHBAH ZUHAILI SOAL NATAL

1. http://www.fikr.com/zuhayli/fatawa_p54.htm#26 (pendapat Wahbah Zuhayli yang membolehkan).
Zuhayli mengatakan:

لا مانع من مجاملة النصارى في رأي بعض الفقهاء في مناسباتهم على ألا يكون من العبارات ما يدل على إقرارهم على معتقداتهم.

Artinya: Tidak ada halangan dalam bersopan santun (mujamalah) dengan orang Nasrani menurut pendapat sebagian ahli fiqh berkenaan hari raya mereka asalkan tidak bermaksud sebagai pengakuan atas (kebenaran) ideologi mereka.

2. islamqa.info/ar/cat/2021 (Ibnu Taymiyyah yang mengharamkan)
3. majdah.maktoob.com/vb/majdah14478/ (Al Uthaimin yang mengharamkan)
4. alanba.com.kw/AbsoluteNMNEW/templates/local2010.aspx?articleid=159838&zoneid=14&m=0
5. http://goo.gl/J7aRD (fatwa Syaraf Qudhat)


FATWA YUSUF QARDHAWI SOAL NATAL

Pada link no. 4 mengutip fatwa Qardhawi yang membolehkan mengucapkan Selamat Natal pada hari raya umat Nasrani dan hari-hari raya nonmuslim lain. Berikut pendapat Yuruf Qaradawi:

يرى جمهور من العلماء المعاصرين جواز تهنئة النصارى بأعيادهم ومن هؤلاء العلامة د.يوسف القرضاوي حيث يرى ان تغير الاوضاع العالمية هو الذي جعله يخالف شيخ الاسلام ابن تيمية في تصريحه بجواز تهنئة النصارى وغيرهم بأعيادهم واجيز ذلك اذا كانوا مسالمين للمسلمين وخصوصا من كان بينه وبين المسلم صلة خاصة، كالأقارب والجيران في السكن والزملاء في الدراسة والرفقاء في العمل ونحوها، وهو من البر الذي لم ينهنا الله عنه، بل يحبه كما يحب الإقساط إليهم (ان الله يحب المقسطين) ولاسيما اذا كانوا هم يهنئون المسلمين بأعيادهم والله تعالى يقول (وإذا حييتم بتحية فحيوا بأحسن منها أو ردوها)».

ويرى د.يوسف الشراح انه لا مانع من تهنئة غير المسلمين بأعيادهم ولكن لا نشاركهم مناسبتهم الدينية ولا في طريقة الاحتفالات، ويبقى الأمر ان نتعايش معهم بما لا يخالف شرع الله، فلا مانع اذن من ان يهنئهم المسلم بالكلمات المعتادة للتهنئة والتي لا تشتمل على اي اقرار لهم على دينهم أو رضا بذلك انما هي كلمات جاملة تعارفها الناس.

Artinya: Mayoritas ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Natal pada umat Nasrani termasuk di antaranya adalah Dr. Yusuf Qardhawi di mana dia mengatakan bahwa perbedaan situasi dan kondisi dunia telah membuat Qardhawi berbeda pendapat dengan Ibnu Taimiyah atas bolehnya mengucapkan selamat pada hari raya Nasrani. Ucapan selamat dibolehkan apabila berdamai dengan umat Islam khsusnya bagi umat Kristen yang memiliki hubungan khusus dengan seorang muslim seperti hubungan kekerabatan, bertetangga, berteman di kampus atau sekolah, kolega kerja, dan lain-lain. Mengucapkan selamat termasuk kebaikan yang tidak dilarang oleh Allah bahkan termasuk perbuatan yang disenangi Allah sebagaimana sukanya pada sikap adil (Allah memyukai orang-orang yang bersikap adil). Apalagi, apabila mereka juga memberi ucapan selamat pada hari raya umat Islam. Allah berfirman: Apabila kalian dihormati dengan suatu penghormatan, maka berilah penghormatan yang lebih baik.

Qardhawi juga menjelaskan bahwa tidak ada hal yang mencegah untuk mengucapkan selamat pada perayaan non-muslim akan tetapi jangan ikut memperingati ritual agama mereka juga jangan ikut merayakan. Kita boleh hidup bersama mereka (nonmuslim) dengan melakukan sesuatu yang tidak bertentangan dengan syariah Allah. Maka tidak ada larangan bagi muslim mengucapkan selamat pada nonmuslim dengan kalimat yang biasa yang tidak mengandung pengakuan atas agama mereka atau rela dengan hal itu. Ucapan selamat itu hanya kalimat keramahtamahan yang biasa dikenal.

Lebih detail lihat: Fatwa Qardawi dan Ali Jum'ah seputar Ucapan Selamat Natal.


FATWA ALI JUMAH SOAL UCAPAN SELAMAT NATAL

Ali Jum'ah adalah mufti Mesir saat ini (2012). Pada 2008 ia mengeluarkan fatwa terkait mengucapkan selamat pada perayaan non-Muslim. Intinya: ucapana selamat itu boleh dan baik. Berikut teks Arabnya yang dibuat dalam bentuk reporting seperti dimuat dalam Islamonline.net pada 12 Januari 2008:
مفتي مصر: تهنئة غير المسلمين بأعيادهم بر جائز

القاهرة- أكد الدكتور علي جمعة مفتي مصر أن تهنئة النصارى وغيرهم من أهل الكتاب بأعيادهم جائزة، معتبرا أنها "من البر" الذي لم ينه الله عنه، شريطة ألا يشارك مقدم التهنئة فيما تتضمنه الاحتفالات بتلك الأعياد من "أمور تتعارض مع العقيدة الإسلامية".
وردا على سؤال في هذا الشأن لـ"إسلام أون لاين.نت" قال الدكتور جمعة: "إن تهنئة غير المسلمين بالمناسبات الاجتماعية والأعياد الدينية الخاصة بهم، كعيد ميلاد السيد المسيح، ورأس السنة الميلادية جائز... باعتبار أن ذلك داخل في مفهوم البر، وتأليف القلوب".

واعتبر أن هذه التهنئة داخلة في قول الله تعالى: {لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}
Artinya:

Mufti Mesir: Ucapan Selamat pada Hari Raya Non-Muslim itu Boleh dan Baik

Kairo (Mesir) - Mufti Mesir Dr. Ali Jum'ah menegaskan bahwa mengucapkan selamat pada umat Kristiani dan ahli kitab lain itu boleh. Bahkan menganggap itu hal yang baik yang tidak dilarang oleh Allah dengan syarat tidak ikut bergabung dalam perayaannya terutama yang terkait dengan perkara yang bertentangan dengan akidah Islam.

Menjawab pertanyaan dari islam-online.net, Ali Jumah berkata: "Mengucapkan selamat pada non-muslim berkenaan dengan perayaan sosial dan agama mereka seperti Natal Nabi Isa dan Tahun Baru masehi itu boleh." Hal itu masuk dalam kategori baik dan melunakkan hati.

Ali Jumah menganggap mengucapkan selamat termasuk dalam firman Allah dalam QS Al-Mumtahanah 60:8 (yang artinya): "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."

Lebih detail lihat: Fatwa Qardawi dan Ali Jum'ah seputar Ucapan Selamat Natal.

FATWA DR. SYARAF QUDHAT AHLI HADITS YORDANIA

Syaraf Qudhat adalah ahli hadits Fakultas Syariah di Universitas Yordania. Dalam fatwanya pada 22 Desember 2011 yang berjudul "Ucapan Selamat pada Hari Raya Kristen". Berikut detailnya dalam bahasa Arab:
تهنئة المسيحيين بأعيادهم

"يكثر السؤال في هذه الأيام عن حكم تهنئة المسيحيين بأعيادهم، وللجواب عن ذلك أقول: إن الأصل في هذا الإباحة، ولم يرد ما ينهى عن ذلك، وكل ما سمعته أو قرأته لمن يحرمون هذه التهنئة أن في التهنئة إقرارًا لهم على دينهم الذي نعتقد أنه محرف، ولكن الصحيح أنه لا يوجد في التهنئة أي إقرار، لما يلي:

1- لأننا لا نَعُدُّ تهنئتهم لنا بأعيادنا إقرارًا منهم بأن الإسلام هو الصحيح، فالمسلم لا يقصد بالتهنئة إقرارًا على الدين، ولا هم يفهمون منا ذلك.

2- لأن الله تعالى أمرنا بمعاملتهم بالحسنى، فقال تعالى: (لا يَنْهَاكُمْ اللَّهُ عَنْ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8))(الممتحنة) والبر هو الخير عمومًا، فقد أمرنا الله تعالى بمعاملتهم بالخير كله، فتكون معاملتهم بالخير ليست جائزة فقط بل هي مستحبة، فكيف يحرم بعد ذلك تهنئتهم بنحو قولك: كل عام وأنتم بخير، فإننا لا شك نحب لهم الخير، وقد أمرنا الله بذلك.

3- لأن الله تعالى شرع لنا التحالف معهم كما فعل النبي صلى الله عليه وسلم لما قدم المدينة المنورة.

4- لأن الله تعالى شرع لنا زيارتهم في بيوتهم واستقبالهم في بيوتنا، والأكل من طعامهم، بل والزواج منهم، مع ما في الزواج من مودة ورحمة، ولا يقال: إن في ذلك كله نوعًا من الإقرار لهم بأن دينهم هو الحق، فكيف يجوز ذلك كله ولا تجوز تهنئتهم!!!".

Artinya: Banyak pertanyaan akhir-akhir ini tentang hukum mengucapkan selamat (tahniah) pada hari raya umat Kristiani, sebagai jawaban dari hal tersebut inilah jawaban saya: Hukum asal dalam hal ini adalah boleh. Tidak ada dalil teks (Quran dan hadits Nabi) yang melarang hal itu. Seluruh pendapat yang saya dengar dan baca dari mereka yang melarang ucapan selamat Natal bahwa dalam ucapan selamat itu terkandung pengakuan pada agama mereka. Padahal yang benar adalah bahwa dalam ucapan selamat tidak terkandung pengakuan apapun dengan dasar sebagai berikut:

Pertama, karena kita tidak pernah menganggap ucapan selamat Hari Raya mereka pada kita sebagai pengakuan mereka atas kebenaran Islam. Ucapan selamat Natal seorang Muslim tidak bermaksud sebagai pengakuan yang terkait agama. Juga bukan berarti mereka faham pada agama kita.

Kedua, karena Allah menyuruh kita untuk memperlakukan mereka dengan baik seperti tersebut dengan jelas dalam QS Al-Mumthanah 60:8. Makna al-birr adalah berbuat baik secara umum. Artinya, Allah memerintahkan kita untuk memperlakukan mereka dengan kebaikan. Maka, perlakukan baik kepada non-Muslim bukan hanya boleh bahkan dianjurkan. Bagaimana mungkin mengucapkan selamat saja dilarang? Sudah pasti kita berharap mereka dalam keadaan baik-baik saja. Dan Allah menyuruh kita melakukan hal itu.

Ketiga, karena Allah mensyariatkan kita untuk tahaluf (berkoalisi) dengan mereka sebagaimana yang dilakukan Nabi saat beliau datang ke Madinah Al-Munawwaroh.

Keempat, karena Allah memerintahkan kita untuk mengunjungi rumah mereka dan menyambut kedatangan mereka di rumah kita. Memakan makanan mereka dan menikahi perempuan mereka padahal dalam perkawinan terdapat mawaddah wa rahmah (rasa kasih dan sayang). Tidak ada yang mengatakan hal itu sebagai ikrar atau pengakuan bahwa agama mereka itu benar. Bagaimana semua hal itu dibolehkan sedangkan mengucapkan selamat saja dilarang?


5. FATWA MUI DAN BUYA HAMKA

Ada pembaca yang memprotes di kotak komentar bahwa MUI sebenarnya mengharamkan ucapan selamat Natal sejak era Buya Hamka berdasarkan sumber dari Hidayatullah.com dengan mengutip ucapan salah satu tokoh MUI saat ini yaitu H. Aminuddin Ya`qub. Ucapan Aminuddin Ya'qub--kalau itu benar ucapan dia-- bahwa MUI mengharamkan ucapan Natal sejak era Buya Hamka jadi ketua MUI adalah tidak akurat.

Saya adalah pembaca setia majalah Panji Masyarakat di mana Buya Hamka adalah pemrednya. Saya ingat persis tulisannya dalam kolom "Dari Hati ke Hati" yang mengatakan bahwa dia mengharamkan umat Islam mengikuti upacara sakramen (ritual) Natal. Tapi, kalau sekedar mengucapkan selamat Natal atau mengikuti perayaan non-ritual tidak masalah (tidak haram).

Saya kesulitan mencari berkas majalah Panji Masyarakat tersebut, tapi untungnya ada berkas seputar fatwa MUI dan HAMKA tersebut yang masih tersimpan di arsip Majalah TEMPO 16 Mei 1981 demikian:

Pada dasarnya menghadiri perayaan antaragama adalah wajar, terkecuali yang bersifat peribadatan . . . "


Pada 30 Mei 1981 Majalah Tempo melaporkan:

Mengapa Hamka mengundurkan diri? Hamka sendiri pekan lalu mengungkapkan pada pers, pengunduran dirinya disebabkan oleh fatwa MUI 7 Maret 1981. Fatwa yang dibuat Komisi Fatwa MUI tersebut pokok isinya mengharapkan (sic!; maksudnya mungkin mengharamkan -red) umat Islam mengikuti upacara Natal, meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa.

.. Fatwa ini kemudian dikirim pada 27 Maret pada pengurus MU di daerah-daerah. (TEMPO, 16 Mei 1981). Bagaimanapun, harian Pelita 5 Mei lalu memuat fatwa tersebut, yang mengutipnya dari Buletin Majelis Ulama no. 3/April 1981. Buletin yang dicetak 300 eksemplar ternyata juga beredar pada mereka yang bukan pengurus MU. Yang menarik, sehari setelah tersiarnya fatwa itu, dimuat pula surat pencabutan kembali beredarnya fatwa tersebut. Surat keputusan bertanggal 30 April 1981 itu ditandatangani oleh Prof. Dr. Hamka dan H. Burhani Tjokrohandoko selaku Ketua Umum dan Sekretaris Umum MUI. Menurut SK yang sama, pada dasarnya menghadiri perayaan antar agama adalah wajar, terkecuali yang bersifat peribadatan, antara lain Misa, Kebaktian dan sejenisnya. Bagi seorang Islam tidak ada halangan untuk semata-mata hadir dalam rangka menghormati undangan pemeluk agama lain dalam upacara yang bersifat seremonial, bukan ritual.

... HAMKA juga menjelaskan, fatwa itu diolah dan ditetapkan oleh Komisi Fatwa MUI bersama ahli-ahli agama dari ormas-ormas Islam dan lembaga-lembaga Islam tingkat nasional -- termasuk Muhammadiyah, NU, SI, Majelis Dakwah Islam Golkar.

Perbedaan dalam Internal MUI

Di samping itu, rupanya masih adanya perbedaan pendapat. Misalnya yang tercermin dalam pendapat KH Misbach, Ketua MUI Jawa Timur tentang perayaan Natal. "Biarpun di situ kita tidaj ikut bernyanyi dan berdoa, tapi kehadiran kita itu berarti kita sudah ikut bernatal," katanya. M nurut pendapatnya, "Seluruh acara dalam perayaan Natal merupakan upacara ritual. (Majalah Tempo, 30 Mei 1981).

Kesimpulan Fatwa MUI dan Hamka

Inti dari fatwa MUI era Hamka tahun 1981 adalah (a) haram mengikuti ritual Natal; (b) tidak haram menghadiri perayaan Natal, bukan ritualnya; (c) MUI Jawa Timur (KH. Misbach) mengharamkan menghadiri acara Natal baik sekedar untuk mengikuti perayaannya saja atau apalagi sampai mengikuti ritualnya.

Fatwa tersebut tidak membahas soal mengucapkan ucapan Selamat Natal.

MUI Tidak Mengharamkan ucapan Selamat Natal, kata Din Syamsuddin

Dikutip dari Hidayatullah.com Selasa, Jum'at, 23 Desember 2011:

Din Syamsuddin: “MUI Tidak Larang Ucapan Selamat Natal”

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dr. Din Syamsuddin mengatakan, MUI tak melarang umat Islam memberikan ucapan “Selamat Natal”. Ibnu Qayyim dan Syaikh Muhammad ‘Utsaimîn mengatakan haram.
Link sumber: http://www.hidayatullah.com/read/2359/11/10/2005/kanal.php?kat_id=9

FATWA MUI 1981 DIKUTIP DARI KUMPULAN FATWA MUI 1997 OLEH ERAMUSLIM.COM
Eramuslim.com mengutip khutbah Jumat Hartono Ahmad Jaiz seputar fatwa MUI era Hamka soal Natal.

(MUI) MEMUTUSKAN

Memfatwakan

Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa AS, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan diatas.
Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal. (Jakarta, 1 Jumadil Awal 1401 H, 7 Maret 1981, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Ketua K. H. M SYUKRI GHOZALI Sekretaris Drs. H. MAS‘UDI).

Sumber: Himpunan Fatwa Mejelis Ulama Indonesia 1417H/ 1997, halaman 187-193)
Sumber link: Eramuslim.com

CATATAN: Dalam fatwa di atas, jelas disebutkan HARAMNYA mengikuti kegiatan-kegiatan Natal. Bukan mengucapkan selamat Natal.

DIN SYAMSUDDIN TENTANG UCAPAN SELAMAT NATAL

Kapanlagi.com - Ada pengakuan menarik dari Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof DR HM Din Syamsuddin MA soal muslim memberikan ucapan selamat Natal. "Saya tiap tahun memberi ucapan selamat Natal kepada teman-teman Kristiani," katanya di hadapan ratusan umat Kristiani dalam seminarWawasan Kebangsaan X BAMAG Jatim di Surabaya (10/10).

Din yang juga Sekretaris Umum MUI Pusat itu menyatakan MUI tidak melarang ucapan selamat Natal, tapi melarang orang Islam ikut sakramen/ritual Natal.

"Kalau hanya memberi ucapan selamat tidak dilarang, tapi kalau ikut dalam ibadah memang dilarang, baik orang Islam ikut dalam ritual Natal atau orang Kristen ikut dalam ibadah orang Islam," katanya.

Link sumber: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/message/74225
 
Al Habib Munzir Almusawa berkata tentang UCAPAN SELAMAT NATAL:

"Mengenai ucapan natal, hal itu dilarang dan haram hukumnya jika diniatkan untuk memuliakan agama lain, namun jika diniatkan untuk menjalin hubungan baik agar mereka tertarik pada islam atau tidak membenci islam, maka hal itu ada sebagian ulama yg memperbolehkan"

dari forum tanya jawab MR di website, silahkan ketik di kolom pencarian kata NATAL masalah ini sudah dibahas oleh Al Habib Munzir Almusawa ketika Majelis malam Minggu

Dalam kitab fathul aliyu al malik 2/348 di katakan:

" ﻭﺳﺌﻞ ﻋﺰ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻗﺎﻝ ﻟﺬﻣﻲ ﻓﻲ ﻋﻴﺪﻩ" :ﻋﻴﺪ ﻣﺒﺎﺭﻙ" ﻫﻞ ﻳﻜﺮﻩ ﺃﻡ ﻻ؟ ﻓﺄﺟﺎﺏ: ﺇﻥ ﻗﺎﻟﻪ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ
ﻟﺬﻣﻲ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﻗﺼﺪ ﺗﻌﻈﻴﻢ ﺩﻳﻨﻬﻢ ﻭﻋﻴﺪﻫﻢ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻜﻔﺮ، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻘﺼﺪ ﺫﻟﻚ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺟﺮﻯ ﻋﻠﻰ ﻟﺴﺎﻧﻪ ﻓﻼ ﻳﻜﻔﺮ ﺑﻤﺎ ﻗﺎﻟﻪ ﻣﻦ
ﻏﻴﺮ ﻗﺼﺪ "

: dan di tanya Syaikh izzuddin bin abdissalam  tentang seorang muslim yang berkata kepada kafir
dzimmi [kafir yang berdamai dgn muslim] pada  saat hari rayanya: ied mubarok; selamat hari raya
yg di berkahi, apakah hukumnya makruh atau  tidak??,maka beliau menjawab: kalau muslim
mengatakan itu dengan tujuan mengagungkan agama dan hari raya mereka maka itu akan
menjadikan ia kafir,kalau tidak bertujuan seperti itu  dan sebatas ucapan saja,maka tidak menjadikan
kafir dengan tanpa adanya tujuan tersebut.


KESIMPULAN HUKUM UCAPAN SELAMAT NATAL

Seorang muslim yang mengucapkan Selamat Natal kepada pemeluk Nasrani hukumnya boleh menurut mayoritas ulama. Yang haram adalah apabila mengikuti ritual atau sakramen natal. Mengucapkan Selamat Natal itu perlu bagi umat Muslim yang memiliki tetangga, teman kuliah/sekolah, kolega kerja, atau rekan bisnis yang beragama Nasrani sebagai sikap mutual respect.




Disalin dari : Dody Elhasyimi, dengan sedikit tambahan dan editing.
Post a Comment

Back to Top