Kalangan
yang memerangi mazhab fiqih dan berupaya menjauhkan generasi muslim di
negeri ini dari mazhab ternyata cukup banyak juga. Saya sendiri kurang
mengerti kenapa mazhab-mazhab fiqih seolah dijadikan musuh yang harus
diperangi.
Kalau diingat-ingat hari ini, rasanya baru agak sadar
bahwa ternyata sejak masih kecil dan jadi semacam remaja masjid, opini
saya agak digiring ke arah yang kurang sejalan dengan disiplin ilmu
mainstream. Bahkan ada kesan bahwa mazhab fiqih itu harus dihindari,
diperangi dan dimusuhi. Sebab mazhab itu dianggap sebagai kejumudan,
keterbelakangan dan juga kebodohan yang bertentangan dengan akal dan
logika manusia.
Biasanya, para penceramah dan juru dakwah kalau
bicara tentang problematika perpecahaan umat Islam, selalu menyisipkan
pesan dalam kajian materinya, bahwa mazhab-mazhab itulah biang kerok
perpecahan dalam agama Islam. Menurut mereka, karena masih saja ada
kelompok umat Islam yang pakai mazhab-mazhaban, makanya umat Islam jadi
lemah, mundur dan selalu dibodohi oleh bangsa lain.
Doktrin-doktrin
seperti itu nyaris tiap hari saya dengar, dan lama-lama jadi bahan saya
untuk berdakwah kemana-mana. Tiap kali mengisi pengajian, taklim,
halaqah, daurah dan seterusnya, materi favorit saya adalah : Sebab-sebab Kemunduran Umat Islam. Dan ujung-ujungnya, yang selalu saya persalahkan tidak lain adalah karena masih saja ada orang Islam yang pakai mazhab.
Jadi
dalam pandangan saya saat masih belia, segala macam kemunduran dan
kehancuran umat Islam, disebabkan oleh masih adanya orang-orang yang
bermazhab.
Benar-benar parah dan rusak sekali pemahaman saya
kala itu. Kalau ingat bagaimana dakwah saya ketika itu, jadi malu
sendiri rasanya. Tetapi mau bagaimana lagi? Memang itulah doktrin yang
setiap hari saya terima.
Lha wong tiap hari dalam materi
pengajian, pembinaan dan pengkaderan para calon da'i muda, memang
materi-materi seperti itu yang di-cekokin ke dalam alam pikiran saya yang masih planga-plongo waktu itu.
Parahnya,
saat itu kepada kami juga disuguhkan tentang siapa sosok yang harus
kita perangi, karena dianggap sebagai para pembela mazhab. Yang
ditunjukkan saat itu tidak lain adalah mereka para kiyai yang pakai
jubah dan surban, atau imam yang berdoa dan berdzikirnya dengan suara
keras pakai pengeras suara di masjid, atau para tokoh agama yang suka
memimpin baca tahlihan, arwahan dan selametan.
Dalam bahasa
mudah, saya dan teman-teman saat itu menyebut mereka sebagai tokoh agama
tradisionalis. Dan mereka itu kita jadikan 'musuh besar' dakwah. Dalam
konsep kami saat itu, perilaku dan tatacara beragama mereka itu harus
dilawan, dibasmi dan diperangi. Karena menurut persepsi kami saat itu,
semua itu tidak sejalan dengan Al-Quran dan As-Sunnah, alias bid'ah dan
hanya sesuatu yang diada-adakan. Bukan asli dari Rasulullah SAW.
Maka
sudah menjadi tugas kami para da'i muda saat itu untuk membangun
berbagai hujjah dan argumentasi untuk 'menyerang' apapun yang mereka
kerjakan, sambil kita lemparkan tuduhan sebagai biang kerok mazhab,
tukang bid'ah, kelompok yang menyimpang dan aqidahnya bermasalah.
Salah
satunya adalah membenturkan mereka dengan hadits-hadits shahih. Kalau
ada perilaku mereka yang kita anggap bertentangan dengan selera kita,
tinggal kita carikan hadits-hadits yang kita anggap sebagai
'penangkal'nya. Kita bacakan hadits-hadits itu, biar mereka terdiam dan
tidak bisa berkutik.
Maka kalau sampai kita bisa bikin mereka
terdiam tidak mampu menjawab atas lemparan hadits-hadits kita, maka
disitulah terjadi 'puncak ejakulasi' kemenangan. Rasanya puas sekali,
karena sudah mencapai titik klimaks.
Tentu semua itu adalah masa
lalu, masa-masa ketika saya dan teman-teman sesama ustadz yang lain
masih mencari jatidiri. Belum bisa bahasa Arab, baca Al-Quran pun banyak
salahnya, dan tentunya juga belum pernah belajar ilmu syariah langsung
kepada sumbernya.
Kami saat itu adalah tokoh da'i muda yang
progeresif, suka berdebat, hobi menyalahkan pendapat orang dan gemar
bikin keributan dimana-mana. Namanya saja anak mudah, ya begitulah
perilaku dan tindak tanduknya.
Walhasil, kalau hari ini saya
menemukan perilaku pada para da'i yang progresif dan semangat
memberantas mazhab fiqih, saya kadang senyum-senyum sendiri. Sebab saya
seperti melihat diri saya yang masih belia di masa lalu.
Dalam
hati saya cuma ada doa, semoga Allah mempercepat kedewasaan mereka,
menambahkan ilmunya, memberi mereka jalan akses yang cepat dan mudah
untuk belajar ilmu syariah. Agar mereka segera sadar kalau mereka masih
butuh banyak belajar lagi ke depan.
Masak baru kenal
sedikit-sedikit dengan karya-karya Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim saja,
sudah merasa jadi ulama terbesar yang merasa bisa menyalahkan siapa
saja? Itu sih sudah jadi masa lalu. Kalau sampai hari ini tidak
sadar-sadar juga, ah sayang sekali tentu.
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/fikrah/v.php?id=105&=memerangi-mazhab-%28lagi%29.htm