Benarkah Nabi Menolak Dipanggil Sayid?

Diposkan oleh Label: di

Beberapa pihak yang tidak setuju dengan sebutan ‘Sayid’ untuk Rasulullah selalu berargumen dengan hadis berikut:

عَنْ مُطَرِّفٍ قَالَ قَالَ أَبِى انْطَلَقْتُ فِى وَفْدِ بَنِى عَامِرٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقُلْنَا أَنْتَ سَيِّدُنَا. فَقَالَ السَّيِّدُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى (رواه أبو داود)

“Diriwayatkan dari Mutharrif, bahwa bapaknya berkata: Saya berjalan dalam rombongan Bani Amir menuju Rasulullah, lalu kami berkata: “Engkau adalah pemuka (Sayid) kami”. Nabi bersabda: “Sayid adalah Allah, maha pemberi berkah dan maha mulia” (HR Abu Dawud)


Hadis ini tidak serta merta bisa dijadikan larangan mengucapkan kalimat ‘Sayid’ kepada Rasulullah, sebagaimana disampaikan oleh al-Hafidz al-Suyuthi:

وَإِنَّمَا مَنَعَهُمْ أَنْ يَدْعُوهُ سَيِّدًا مَعَ قَوْله أَنَا سَيِّد وَلَد آدَم لِأَنَّهُمْ قَوْم حَدِيث عَهْد بِالْإِسْلَامِ (عون المعبود - ج 10 / ص 327)

“Rasulullah melarang mereka memanggil dengan ‘Sayid’, sementara dalam sabda Nabi: ‘Aku adalah Sayid anak Adam’, tidak lain dikarenakan mereka baru masuk Islam” (Aun al-Ma’bud, Syarah Sunan Abi Dawud, 10/327)

Sebab, bagi kabilah Arab terdahulu para pemimpinnya selalu disebut Sayid. Karena iman mereka masih lemah, maka Rasulullah melarangnya. Terbukti dalam kesempatan lain sahabat juga memanggil Rasulullah dengan Sayid dan Rasulullah tidak menyalahkan:

قَالَ : مُرُوْا أَبَا ثَابِتٍ يَتَعَوَّذُ قَالَ فَقُلْتُ : يَا سَيِّدِي وَالرُّقَى صَالِحَةٌ ؟ (هذا حديث صحيح الإسناد و لم يخرجاه تعليق الذهبي قي التلخيص : صحيح)

 Nabi bersabda: “Perintahkan kepada Abu Tsabit [Sahal bin Hunaif] agar membaca ta’awwudz (minta perlindungan kepada Allah)”. Sahal bin Hunaif berkata: “Wahai Sayid-ku, apakah ruqyah berguna?” (HR al-Hakim, ia berkata bahwa hadis ini sanadnya sahih tetapi tidak dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Catatan al-Dzahabi dalam Talkhis: Hadis Sahih)

Hadis yang dinilai sahih oleh al-Hafidz al-Dzahabi ini ternyata dinilai dlaif oleh ulama Wahabi dengan alasan Hakim bin Utsman dan neneknya, Rabab, keduanya tidak populer sebagai perawi yang adil (Silsilah Dlaifah, 4/353). Meski demikian ahli hadis al-Khattabi beristidlal dari hadis ini:

جُمْلَة يَا سَيِّدِي هِيَ مَقُولَة سَهْل بْن حُنَيْفٍ لِرَسُولِ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا هِيَ مَقُولَة الرَّبَاب لِسَهْلِ بْن حُنَيْفٍ وَيُؤَيِّد هَذَا الْمَعْنَى قَوْل الْحَافِظ بْن الْقَيِّم كَمَا سَيَجِيءُ وَقَالَ الْخَطَّابِيُّ : فِيهِ جَوَاز أَنْ يَقُول الرَّجُل لِرَئِيسِهِ يَا سَيِّدِي (عون المعبود - ج 8 / ص 414)

 “Redaksi ‘Ya Sayidi’ adalah perkataan Hunaif bin Sahal kepada Rasulullah Saw. Ini bukan perkataan Rabab kepada Sahal. Hal ini diperkuat pendapat al-Hafidz Ibnu al-Qayyim. Al-Khattabi berkata: “Dalam hadis ini diperbolehkan mengucapkan kepada pimpinan dengan kalimat ‘Ya Sayidi’.” (Aun al-Ma’bud, Syarah Sunan Abi Dawud, 8/414)

Oleh : Ustadz Ma'ruf Khazin
Post a Comment

Back to Top