Di antara Dalil yang di gunakan Hujjah oleh mayoritas Ijma' ulama' dalam menjalankan tarawih 20 Raka’at yaitu :
Pertama Hadist Imam Malik dari Sohabat Yasid bin Rumman.
عَنْ مَالِكٍ عَنْ يَزِيْدَ بْنِ رُمَّانَ اَنَّهُ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ فِىْ زَمَنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بِثَلَاثِ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً.( رواه الامام مالك فى الموطأ).
“Dari Malik, dari Yazid bin Rumman, ia mengatakan : Orang-orang mengerjakan (salat Tarawih) pada zaman Umar bin Khathbab sebanyak 23 rakaat”. (HR Imam Malik, dalam kitab al-Muwatha, Juz I hlm. 138)
Kedua Hadist riwayat al-Baihaqi dari sahabat saib bin Yazid dalam kitab Al-Hawy li Al Fatawa li As Suyuthy, Juz I hlm. 350, juga kitab fath al-wahhab Juz I, hlm. 58.
وَمَذْهَبُنَا اَنَّ التَّرَاوِيْحَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً لِمَا رَوَى اْلبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُ باِلْاِسْنَادِ الصَّحِيْحِ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ الصَّحَابِيِّ رَضِيَ للهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا نَقُوْمُ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرِ _ هَكَذَا ذَكَرَهُ اْلمُصَنِّفِ وَاسْتُدِلَّ بِهِ.
Madzbab kita (Syafi’iyah) menyatakan : salat Taawih itu dijalankan 20 rakaat. Ini berdasarkan pada hadist nabi yang diriwayatkan Imam Baihaqi dengan sanad shabih, dari Saib bin Yasid, ia mengatakan : kita mengerjakan salat Tarawih pada masa Umar bin Khathhab dengan 20 akaat ditambah Witir.
Ketiga, pendapat Jumhur fiqih yang terdapat dalam kitab fiqih as-Sunah, Juz II. Hlm. 45
وَصَحَّ النَّاسُ كَانُوْا يُصَلُّوْنَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيِّ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً. وَهُوَ رَأْىُ الْجُمْهُوْرِ الْفُقَهَاءِ.
Betul bahwa kaum muslimin mengerjakan salat pada zaman Umar, Utsman, dan Ali sebanyak 20 rakaat, dan ini pendapat sebagian mayoritas pakar-pakar hokum Islam.
Dalil keempat, dalam kitab Taudbib al-Adillah, Juz III, hlm. 171.
عَنْ اِبْنِ عَبَسَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى فِىْ شَهْرِ رَمَضَانَ فِىْ غَيْرِ جَمَاعَةٍ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرِ.رواه البيهقى والطبرنى عن عبد بن حمد.
Ibnu Abbas mengatakan : Rasul salat di bulan Ramadhan sendirian sebanyak 20 rakaat ditambah Witir (HR Baihaqi dan Thabrani, dari Abd bin Humaid)
Dalil kelima, dalam kitab Hamisy Muhibbah, Jus II, hlm. 446-467.
وَفِىْ تَخْرِيْجِ أَحَادِيْثَ الرَّافِعِيْ لِلْاِمَامِ اْلحَاِفظْ اِبْنِ حَجَرَ مَا نَصَّهُ حَدِيْثُ اَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّ بِالنَّاسِ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً لَيْلَتَيْنِ فَلَمَّا كَانَ فِىْ لَيْلَةِ الثَّالِثَةِ اجْتَمَعَ النَّاسُ فَلَمَّا يَخْرُجَ اِلَيْهِمْ ثُمَّ قَالَ مِنَ الْغَدِّ خَشِيْتُ اَنْ تَفْرُضَ عَلَيْكُمْ فَلَا تُتِيْقُوْنَهَا. متفق على صحته من حديث عائسة رضي الله عنها دون عدد الركعات.
Ada komentarnya ImamRafi’I untuk hadist riwayat Imam Ibnu hajar tentang teks hadist Rasul salat bersama kaum muslimin sebanyak 20 rakaat di malam Ramadhan. Ketika tiba di malam ketiga, orang-orang berkumpul, namun Rasulullah tidak keluar. Kemudian, paginya dia bersabda, Aku takut Tarawih diwajibkan atas kalian, dan kalian tidak mampu melaksanakannya. Hadist ini disepakati kesabibannya, tanpa mengesampingkan hadist yang diriwayatkan Aisyah yang tidak menyebut rakaatnya. Sedangkan salat Tarawih berjama’ah hukumnya sunat ainiyah, memurut ulama khanafiyah hukumnya sunat kifayah. Dalil ini bedasarkan hadist Abu Durahman bin Abdul Qari dalam kitab shaih al-Buhkari.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ الْقَارِيِّ اَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةٌ فِىْ رَمَضَانَ اِلَى اْلمَسْجِدِ فَاِذَا النَّاسُ اَوْزَاعٌ مُتَفَرَّقُوْنَ يُصَلِّ الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّ الرَّجُلُ فَيُصَلِّ بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ اِنِّي اَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ اَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيَّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خّرَجَتْ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّوْنَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرَ نِعْمَ البِدْعَةُ هَذِهِ. (رواه البخاري, ١٨١٧)
“Diriwayatkan dari Abdurrohman bin Abd al-Qori, beliau berkata, “Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin al-Khabtbab ke masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalam mesjid tersebut) orang-orang shalat tarawih sendiri-sendiri. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada yang shalat dengan berjama’ah ”. Lalu Sayyidina Umar berkata, “Saya punya pendapat andaikata mereka aku kumpulkan dalam jama’ah dengan satu imam, niscaya itu lebih bagus”. Lalu beliau mengumpulkan mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami dating lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan satu imam. Umar berkata, “ Sebaik-baiknya bid’ab adalah ini. (Shalat tarawih dengan berjama’ah)”. (HR al-Bukhari :1871).
Dalam tradisi Aswaja, di dalam melaksanakan shalat tarawih berjama’ah biasanya bilal membacaصاوا سنة ا لر ا و ى yang dibaca pada waktu akan melakukan jama’ah shalat tarawih. Hal ini berdasarkan dalil dalam kitab Al-Qolyubi Juz, I hlm. 125.
(وَيُقَالُ فِى اْلعِيْدِ وَنَحْوِهِ) مِمَّا تُشْرَعُ فِيْهِ الْجَمَاعَةُ كَاالْكُسُوْفِ وَالْاِسْتِسْقَاءِ وَالتَّرَاوِيْحِ (اَلصَّلَاةُ جَامِعَةً) لِوُرُوْدِ فِيْ حَدِيْثِ الشَّيْخَيْنِ فِى اْلكُسُوْفِ وَيُقَاسُ بِهِ وَنَحْوِهِ (اَلصَّلَاةُ جَامِعَةً) وَمِثْلُهُ “هَلُمُّوْا اِلَى الصَّلَاةِ اَوِالْفَلَاحِ اَوِالصَّلَاةِ يَرْحَمُكُمُ اللهُ وَنَحْوُ ذَلِكَ.ھ
“Di dalam shalat ied dan shalat-shalat yang disyariatkan dilaksanakan secara berjama’ah (seperti shalat khusuf, shalat istisqo dan shalat tarawih )di sunahkan membaca الصلاة جامعة dan bacaan semisalnya seperti هلموا الى الصلاة atau هلموا الى الفلاح يرحمكم الله dan lain sebagainya. Hal ini berdasarkan hadist Bukhari Muslim tentang shalat kusuf, adapun yang lainnya di kias-kiaskan”.
Kaitannya dengan hadist Riwayat Al Bukhari yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِى رَمَضَانَ وَلَافِى غَيْرِهِ عَلَى اِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً (رواه البخارى,١٠٧٩)
“Dari Sayyidatuna Aisyah-Radbiyallohu’anba, ia berkata ,”Rosululloh …… tidak pernah menambah shalat malam pada bulan Ramadhan atau bulan lain melebihi sebelas rekaat”.(HR. al-Bukhari,1079)
Hadist diatas sering dijadikan dalil shalat tarawih 11 rakaat. Namun menurut keterangan dalam Kitab Tuhfah al-Muhtaj, Juz 11, hal 229 yang mengutip pendapat Ibnu Hajar A-Haitami (seorang Ulama ahlussunah) meengatakan bahwa hadist tersebut bukanlah dalil salah tarawih 11 rakaat melainkan dalil shalat witir. Sebab berdasarkan kebanyakan riwayat disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW melaksanakan shalat witir dan bilangan maksimalnya adalah sebelas rakaat.
Dalam Kitab Kasyfu At-tabarih dikatakan
وَلمَاَّ كَانَتْ تِلْكَ اْلَاحَادِيْثُ مُتَعَارِضَةٌ وَمُحْتَلِمَةٌ لِلتَّأْوِيْلِ لَمْ تَقُمْ بِهَا الْحُجَّةُ فِى اِثْبَاتِ رَكَعَاتِ التَّرَاوِيْحِ لِتَسَاقُطِهَا فَعَدَّ لْنَا عَنِ اسْتِدْلَالِ بِهَا اِلَى الدَّلِيْلِ اْلقَاطِعِ وَهُوَ اْلاِجْمَاعُ وَهُوَ اِجْمَاعُ اْلمُسْلِمِيْنَ فِى زَمَنِ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى فِعْلِهَا عِشْرِيْنَ رَكْعَةً رَوَاهُ الْبَيْهَقِى بِااسْنَادِ الصَّحِيْحِ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كَانُوْا يَقُوْمُوْنَ عَلَى عَهْدِ عُمَرُ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً اھ كشف التاريح ص ١٣
“Karena dalil-dalil tentang bilangan shalat rakaat shalat tarawih saling berlawanan dan memungkinkan adanya ta’wil maka tidak memungkinkan untuk dijadikan hijjah dalam menetapkan rakaat shalatbtarawih karena dalil-dalil tersebut saling menjatuhkan maka dari itu kami tidak mengambil dalil darihadist-hadist tersebut melainkan menggunakan dalil yang Qot’I yaitu ijma’ kebanyakan orang islam ( dilaman Sayyidina Umar RA ) yang melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat berdasarkan hadist riwayat Baihaqi dari sahabat As-saib bin Yazid RA dengan isnad yang shahih, saib mengatakan : Mereka (orang-orang muslim) mengerjakan shalat tarawih 20 rakaat pada bulan Ramadan di zaman Khalifah Umar RA”
Lebih lanjut dalam kitab Kasyfu at-tabarih dikatakan.
وَاِذَا كَانَ اْلاَمْرُ كَذَلِكَ عَلِمْنَا اَنَّ اللَّذِيْنَ صَلُّوْا التَّرَاوِيْحَ الْيَوْمَ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ مُخَلِّفُوْنَ لِلْاِجْمَاعِ اِنْ كَانَ فِى اَمْرٍ مَعْلُوْمٍ مِنَ الدِّيْنِ بِاالضَّرُوْرَةِ فَهُوَ كَافِرٌ وَاِلَّا فَهُوَ فَاسِقٌ وَهُمْ مُخَالِفُوْا أَيْضًا لِسُنَّةِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَمَنْ خَالَفَ سُنَّةَ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ فَقَدْ خَالَفَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ غَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِاَنَّهُ قَالَ فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ خُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اْلمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ (رواه ابو داود والترميذ اھ كشف التاريح ص ١٤)
“Dan jika perfmasalahannya seperti itu (dalil yang Qot’I adalah dalil ijma yang membenarkan bilangan rakaat tarawih 20 rakaat) maka dapat kita ketaahui bahwa mereka yang melaksanakan shalat tarawih 8 rakaat adalah bertentangan dengan ijma dan orang yang menngingkari ijma tentang permasalahan yang sudah pasti dalam agama adalah kafir atau fasik dan merfeka juga berftentangan dengan sunah khulafaur Rosyiidin dan orang yang bertentangan dengan khulafaur Roysidin Juga bertentangan dengan Nabi SAW, karena ia boleh bersabda “ Berpegang teguhlah kamu sekalian dengan sunatku dan dengan sunat Khulafaur Rosyidin yang memberi petunjuk sesudahku (HR. Abu Daud dan At-tirmidi)
Note : Kami tidak berijtihad sendiri, Kami Menyerahkan Pada ahlinya yang Mujtahid Mutlak Yaitu Imam Syafi'i, Beliau yang Meneliti Hadist lebih dari kirun waktu 60 tahun, Sudah pastilah tidak akan sembrono (ngawur) didalam Memutuskan sebuah hukum,