Dalam kitab ta'lim muta'allim di ceritakan, Ketika Nabi musa menempuh perjalanan dari mesir menuju madyan, kemudian perjalanan dari madyan kembali ke mesir, beliau sama sekali tidak mengeluhkan keletihan dan kepayahan. Tetapi ketika beliau mencari nabi khidir untuk menuntut ilmu darinya, musa mengeluh letih,
لقد لقينا من سفرنا هذا نصبا
Sungguh aku merasakan kepayahan di dalam perjalananku ini. (QS al kahfi)
itu artinya apa?? Mencari ilmu itu memang susah, membutuhkan kesabaran dan perjuangan. Coba lihat! Bagaimana seorang pencari ilmu meninggalkan kampung dan rumahnya yang mencukupi kehidupannya sehari hari, dan rela tinggal berlama lama di pondok dengan menanak sendiri, cuci baju sendiri, di tambah peraturan yang mengikatnya. Hafalan siang malam, mengaji siang malam dengan mengorbankan waktu istirahatnya. ini semua merupakan Nasoban "keletihan" yang Nabi musa pun merasakan dan mengeluhkannya.
Namun Hal semacam inilah yang mulai luntur dari generasi islam zaman sekarang, sebagian mereka hanya belajar agama dengan instan, cukup membaca google atau mendengarkan radio yang berisikan fatwa fatwa sambil ngopi di teras rumah ongkang kaki, sambil tidur tiduran di kamar, setelah bahasan google di save di HP atau laptopnya kemudian bak orang Alim dia membahas agama, sana sini di anggap salah dan merasa dirinya sudah mumpuni ilmu agamanya sehingga merasa terbang di angkasa seperti superman dan orang lain terlihat ada di bawahnya.
Generasi semacam inilah yang akan menyuburkan generasi taklid buta, enggan untuk mengkaji islam dengan sungguh sungguh mulai dari bawah dengan kepenatan, letih, dan capek. Padahal kita saksikan dalam sejarah bagaimana Abdulloh bin umar berjalan dari madinah menuju mesir hanya untuk mendapatkan satu hadits yang belum pernah beliau dengar langsung dari Rosululloh SAW. Lihatlah dan fikirkan.! Dan lebih lucu lagi sebagian generasi sekarang berkata mencibir "apa gunanya belajar ilmu nahwu, tasrif, ada balaghoh mantiq segala, bukankah sekarang sudah betebaran terjemah hadits hadits dan kitab berjenggot (berharokat)? Bikin capek aja". Orang seperti ini tidak mengetahui sejarah berdirinya ilmu nahwu dan sorrof, bagaimana sayyidina Ali menyuruh Abul aswad Ad-duali untuk menuliskan kaedah membahas dan membaca arab dengan benar yang di kenal sekarang dengan ilmu nahwu. Yang menampakkan pada kita semua betapa orang yang berkata demikian telah terseret ke dalam kebodohan yang akut sehingga buta akan sejarah ilmu keagamaan.
Orang semacam ini, akan melongo saat melihat bagaimana para santri pesantren melaksanakan bahtsul masail antar pesantren yang kadangkala dalam membahas satu permasalahan saja itu membutuhkan waktu satu hari di tambah di bahas oleh orang banyak. Kenapa begitu? Ini karna hati hatinya ulama dan para santri dalam memutuskan sebuah hukum agama yang berakibat fatal kelak di akhirat jika membahasnya dengan akal akalan. Dan tentunya Adab muhawaroh, munadzoroh telah mereka pelajari sebelumnya dari kitab ta'lim muta'allim sehingga para santri tidak ada yang terjerumus ke dalam debat kusir.
Coba bayangkan perkataan imam nawawi ini.
أصبح شخص ولم ينو صوما فتمضمض ولم يبالغ فسبق الماء إلى جوفه ثم نوى صوم التطوع صح على الأصح قال النووي وهي مسألة نفيسة وقد تطلبتها سنين حتى وجدتها ولله الحمد
Ada seseorang masuk waktu subuh dalam keadaan tidak berniat untuk berpuasa, kemudian dia berkumur dan tidak terlalu, lalu air masuk tanpa sengaja ke dalam perutnya, kemudian dia berniat berpuasa sunnah, maka sah puasanya itu, menurut qoul yang lebih soheh. Telah berkata imam nawawi: ini adalah masalah yang bagus, sungguh aku telah mencarinya beberapa tahun lamanya, dan Alhamdulillah sampai aku menemukannya. [Kifayatul akhyaar: 206]
Bayangkan..! Ulama sekelas imam nawawi, yang merupakan ulama pakar di bidang hadits, fiqh, dan rijalul hadits serta berbagai cabang ilmu yang lain, Beliau mencari hukum seperti ini dalam jangka waktu beberapa tahun. Kita bayangkan! Betapa hati hatinya para ulama dalam mengkaji satu hukum saja, yang mana masalah itu bisa di anggap tidak terlalu penting karna jarang terjadi. Apalagi masalah yang memang berkaitan langsung dengan amaliyah umat. Tentu mereka lebih hati hati lagi, takut menambah nambah atau keluar dari hukum Alloh dan rosulNya.
Oleh karna itulah kitab ta'lim muta'allim inilah yang memajukan jiwa santri sehingga mereka tidak taqlid buta tetapi mengkaji dan terus mengkaji sehingga bisa meneropong satu masalah agama melalui beberapa segi dan sisinya. Sekarang masih adakah yang menganggap para santri taklid buta?? Dan siapa sebenarnya yang melaksanakan taklid buta dalam beragama?? Marilah kita mencari ilmu dari sumber aslinya, silahkan anda buka link link, dan google, tapi ingat! Belajar dengan mengandalkan google atau radio tanpa merujuk pada kitab atau fatwa ulama di dalam kitab, dengan mencukupkan pada google atau radio atau televisi bukanlah cara tolabul ilmi yang benar dalam islam.
Oleh : Abiel Mikdad Ngali Khaidar, dengan beberapa editan seperlunya.